ACLS 2019ACLS UnpadACLS Unpad 2019i clear you clear everybody clearlife machinelifemachinepengalamanpengalaman ACLSpengalamanikutacls
Pengalaman Ikut Pelatihan ACLS 2019
Dokter mana yang tidak tahu
jargon “I clear, you clear, everybody
clear”? aku yakin hampir semua dokter tahu jargon ini. Bahkan orang awam
pun sebagian besar pasti sudah tahu jargon ini baik melalui kehidupan nyata
atau drama korea yang suka ditayangkan melalui jaringan internet atau bahkan
televisi. Yassss, jargon tersebut biasanya diucapkan apabila kita akan
memberikan kejut listrik pada pasien henti jantung. Semua orang dapat
memberikan terapi henti jantung termasuk orang awam karena kini Automated External Defibrilator (AED)
sudah tersedia di ruang publik. Penggunaannya pun cukup mudah karena yang harus
kita lakukan hanyalah mengikuti perintah dari AED ini. Lain halnya apabila
kejadian henti jantung ini terjadi di rumah sakit. Alat yang digunakan akan
lebih canggih dan lebih ribet disertai dengan terapi tambahan lain berupa
obat-obatan dan alat bantu napas paten/ endotracheal
tube (ETT). Dokter harus menguasai ilmu ini sebagai penanganan awal sebelum
dikonsulkan ke konsulen atau dokter spesialis yang bertanggung jawab.
Apabila kamu seorang dokter yang
mau mencari lowongan pekerjaan, cobalah lihat persyaratan melamarnya, hampir
setiap persyaratannya harus mencantumkan sertifikat ACLS (Advance Cardicac Life Support) selain STR (Surat Tanda Registrasi).
Sebenarnya materi ACLS sebagian besar sudah diajarkan pada saat kita masih di
bangku kuliah (atau profesi). Namun, belum semua universitas memberikannya atau
memberikan tapi cuma selewat selewat saja. Itulah mengapa seorang dokter harus
memiliki sertifikat ACLS yang didapatkan setelah ia menjalani pelatihan selama
3 hari.
Kenapa aku mengambil kursus ACLS?
Ya jawabannya karena aku butuh wkwk..... Aku sempat bertanya pada seniorku
mengenai waktu yang tepat mengikuti ACLS. Dari beberapa yang aku tanyai,
rata-rata menjawab lebih baik ikut pelatihan ACLS setelah menyelesaikan program
internship dan setelah mendapatkan STR definitif. Alasannya adalah supaya pada
saat setelah internship, masa berlaku sertifikat ACLS kita bisa lebih panjang.
Alasan lainnya adalah supaya kita sudah tahu medan perang. Misalnya, kita sudah
belajar banyak ilmu selama sarjana kedokteran, tapi pada saat koass tetap saja
kita lupa-lupa ingat apa yang telah kita pelajari. Selama menghadapi pasien
kita didampingi oleh residen dan konsulen sebagai tempat bertanya dan diskusi.
Lalu kita akan sangat ingat lagi apabila kasus tersebut dibahas secara mendalam
pada sesi case report. Pada sesi case report tersebut kita akan
mempelajari apa yang seharusnya dilakukan sesuai guideline dan kenyataan yang telah dilakukan di lapangan. Sama
halnya dengan ACLS, kita dihadapkan terlebih dahulu pada medan perang (dalam
hal ini adalah program internship, dimana apabila selama di lapangan kita tidak
tahu kita bertanya pada DPJP atau dokter senior), lalu kemudian kita bahas
semua materinya saat ACLS (baik sesuai guideline
dan sesuai kenyataan di lapangan).
Aku mengambil pelatihan ACLS di
Universitas Padjadjaran (Unpad) supaya dekat dengan rumah sehingga aku tidak
perlu mengeluarkan uang berlebih untuk akomodasi, makan, dan ongkos yang mahal.
Dengan uang sebesar Rp3.250.000,00. aku mendaftarkan diri untuk mengikuti
pelatihan ACLS 12-14 April 2019. Dengan harga tersebut aku mendapatkan 1 buku
BCLS, satu buku ACLS, makan siang selama 3 hari, snack sehari 2 kali selama 3
hari, workshop kit, dan tentunya materi pelatihan dari para konsulen.
Buku baru bisa kita ambil H-2
minggu pelatihan di kantor PADMA yang terletak di Jln Sejahtera no 25 Sukajadi,
Pasteur Bandung. Waktu pengambilan hanya bisa dilakukan pada jam kerja, yakni
Senin sampai Jumat pukul 08.00 – 15.00. Untuk pengambilannya boleh diambil
sendiri atau diambilkan orang lain, bahkan via gosend atau grabexpress pun
tidak masalah (tapi harus dari pihak kita yang pesan ya.....). Aku sendiri
minta diambilkan oleh adik karena aku sedang jaga klinik.
Setelah mendapatkan buku, kita
harus belajar yang giat weheheheeee.... eh tapi serius deh karena kita harus
mengisi lembar pretest berwarna hijau dan biru yang diselipkan pada paket buku.
Aku sendiri lebih suka menyebutnya sebagai PR dibandingkan pretest karena
pretest sesungguhnya akan ada lagi pada hari pertama.
HARI PERTAMA
Pelatihan hari pertama dimulai
pukul 07.30. Namun aku tidak lihat jadwal jadi datangnya kepagian.. Aku sudah
di lokasi pukul 06.00 heheeee.... Jadi aku pakai waktu yang ada untuk sarapan
terlebih dahulu. Di sekitar gedung Eijkman ada banyak sekali makanan. Aku lebih
suka jajan sarapan di komplek indomaret karena banyak sekali pilihan. Ada
bubur, nasi kuning, donat Dydy yang sangat melegenda, dan tentunya onigiri indomaret yang juga
melegenda. Pada pagi itu aku memutuskan untuk sarapan donat Dydy dan kopi
sembari napak tilas makanan-makanan yang biasa aku beli pada jaman koass.
Pada hari pertama kita diminta
mengumpulkan ijazah, foto berlatar belakang merah ukuran 4 x 6 sebanyak 4 buah,
dan fotokopi ijazah dokter. Tepat jam 07.30 kami disuguhkan soal-soal pretest
yang sesungguhnya. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk slide dan setiap soal
harus bisa dijawab dalam waktu 20 detik saja. Awalnya aku hanya bisa ngahuleng sembari bingung karena waktu
berjalan terlalu cepat, tapi lama-kelamaan akan jadi biasa karena katanya
alasan soal-soal itu harus dijawab dalam waktu 20 detik adalah supaya kita bisa
terlatih untuk membuat keputusan klinis yang tepat dalam waktu singkat. Setelah
pretest kami diberikan materi singkat mengenai BCLS. Kurang lebih materinya
sama meperti yang ada di dalam buku jadi sebenernya lebih ke arah mereview
materi saja sih.. Toh hampir satu buku dibahas cuma sekitar 2 jam kayanya.. Setelah
pretest dan materi awal BCLS, kami dipersilahkanuntuk menyantap snack atau
pergi ke toilet selama 15 menit. Sanck yang disajikan menurutku lebih cocok
disebut sebagai sarapan karena panitia memberikan kami bubur kacang hijau dan
bubur ketan hitam wkwk.. Mas Wira (panitia ACLS) bilang kita harus mengisi
energi yang adekuat karena materi selanjutnya adalah BCLS. Ternyata Mas Wira
ini benar.... materi BCLS memang butuh energi yang luar biasa karena kita
dilatih untuk melakukan RJP yang baik dan benar. Satu orang peserta melakukan
kurang lebih 10 siklus jika ditotal (kalau aku ga salah ingat). Apabila
konsulen melihat kita salah melakukan RJP maka kita disuruh mengulangi lagi
sampai benar. Oh iya, untuk skill ini
kita diberi alat ventilasi gratis yang mungkin saja bisa kita pakai untuk
menolong orang di jalan tanpa harus melakukan ventilasi mouth-to-mouth. Selain berlatih RJP, peserta juga dilatih bagaimana
cara menolong orang yang keselek baik itu bayi, anak, atau dewasa. Untuk bayi
dan anak alat yang dipakai adalah manekin. Untuk dewasa alat yang dipakai
adalah teman kita sendiri. Jadi pilihlah partner dengan ukuran tubuh yang mirip
baik dari sisi berat badan dan tinggi badan supaya kita tidak kesulitan.
Setelah lelah ber-RJP ria,
peserta dipersilahkan makan siang dan shalat. Setelah itu materi dilanjutkan
dengan tema defibrilasi, kardioversi, dan pacu jantung. Setiap orang
dipersilahkan untuk mencoba mengoperasikan alat. Oh iya disini ada RJP lagi..
Jujur aku gak lelah tapi jari tangan sakiiiit banget... soalnya manekin yang
dipakai sangat keras. Aku lebih suka RJP di manusia beneran dibanding manekin
karena manusia memiliki lapisan otot yang membalut tulang sehingga tidak
membuat tangan biru-biru.
Setelah semua orang berhasil
mengoperasikan alat, kami mendapatkan materi mengenai penggunaan alat bantu
napas. Materi berupa lecture
disampaikan hanya sekitar satu jam saja, lalu lanjut belajar cara menggunakan
alat yang cuma sebentar aja. Satu orang
hanya kebagian sekitar 5 menit. Lalu tidak berselang lama eh udah ujian aja...
iya ujian... ujian cara memasang
endotracheal tube.. Tapi alhamdulillah lancar sih... Kalau teman sejawat yang
baca postinganku pernah memasang ETT pada manusia sungguhan, percayalah pada
pelatihan ini akan jauh lebih mudah karena kepala manekinnya ringan bangeeet.
HARI KEDUA
Hari kedua ini diisi oleh materi
henti jantung, bradikardia, takikardia, sindroma koroner akut, dan latihan
membaca EKG hingga pukul 12.00. Aku sarankan untuk fokus fokus fokus!!! Kalau ada
yang gak dimengerti silahkan ditanyakan kepada pemberi materi. Ternyata ada
banyak sekali (ga banyak banyak amat deng) hal-hal yang harus kita ketahui tapi
tidak ada di buku. Semua dikupas pada saat lecture.
Hal ini juga demi kelancaran ujian megacode.
Setelah banyaknya materi yang
diterima, peserta dibagi menjadi 6 kelompok ujian megacode. Satu kelompok
berisi 5-6 orang. Selain diumumkan kelompok kita juga sudah tahu siapa pelatih
megacode kita dan penguji megacode kita. Satu penguji akan menguji 2 kelompok. Pelatih
megacode sudah dapat dipastikan sama dengan penguju megacode. Tapi gak tahu ya
kalau tiba-tiba pengujinya digantikan... tapi setahuku itu belum pernah terjadi.
Aku mendapat konsulen yang
menurutku sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat baik. Hal itu terlihat dari cara beliau
memberikan lecture. Beliau benar-benar membuat peserta sangat mengerti dan
mantap (tapi tetep aja lupa mah sifat manusia ya.... ada aja yang aku
lupa-lupa). Aku tiba-tiba merasa tenang mendapatkan penguji beliau.
Sambil menunggu jam menunjukkan
pukul 13.00, kami makan siang. Lagi-lagi Mas Wira menyuruh kami makan dengan
porsi banyak sebelum menjalani “penyiksaan”. Dan ternyata benar saja... kami “disiksa”
pada saat latihan megacode. Semua hasil belajar kami disatukan semua dalam
bentuk kasus pasien yang mengalami berbagai macam masalah tiada henti. Mulanya
pasien henti jantung, lalu pasien berhasil kembali ke keadaan ROSC namun
bradikradia, lalu ketika bradikardianya berhasil ditangani pasien tiba-tiba
mengalami ACS, lalu tiba-tiba edema paru, dan seterusnya, dan seterusnya, dan
seterusnya.... dokter pelatih megacode yang kami kira baik ternyata tidak
sepenuhnya baik. Selama pelatihan dia sering sekali teriak-teriak, menghentakkan
kaki, dan sesekali menggebrak meja apabila kami salah. SEREM COYYY.... Saranku
apabila ada yang mau mengambil kursus ACLS, kalian harus hapal mati semua
algoritma pelatihan termasuk dosis obat, cara administrasi obat, indikasi, dan
kontraindikasi sehingga pada saat latihan konsulen tidak terlalu garang.. Oh
iya jangan lupa catat kasusnya karena bisa saja kasus yang diujikan akan sama
dengan latihan.
Oh iya pada megacode ini kami
satu kelompok adalah tim codeblue ceritanya. Jadi ada yang menjadi kapten, ada
yang bertugas kompresi dada, ada yang bertugas memberikan ventilasi, ada yang
bertugas memberikan obat, dan ada yang bertugas sebagai sekretaris. Semua orang
mendapatkan kesempatan menjadi kapten karena pada saat jadi kapten lah kita
sebenarnya diuji. Teman-teman lain yang tidak jadi kapten akan menjalankan
tugas sesuai perintah kita. Oh iya untuk peran kita tidak bisa memilih ya... semua orang pasti akan kebagian menjadi kapten
HARI KETIGA
Yaaas akhirnya hari terakhir tiba
juga.. hari terakhir dari pelatihan ACLS ini. Sebelum menjalani megacode kami
dipersilhahkan mengisi post test ACLS. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk
slide dan satu soal hanya dapat dkerjakan dalam waktu 20 detik saja. Setelah selesai,
kami langsung menjalani megacode. Alhamdulillah tidak setegang kemarin,
megacode berjalan lancar meski ada lupa lupa sedikit. Teman-teman satu timku
sangat baik sehingga apabila aku lupa banyak yang bisik-bisik mengingatkan.
Namun sayangnya aku agak budeg dan sulit membaca bahasa bibir hiks.... but anyway makasih ya guys kalian sudah
mencoba membantuku... Berbeda dengan kelompok yang diuji koleh konsulen lain,
kelompokku sama sekali tidak diberitahu siapa saja yang lulus dan tidak lulus.
Jengjengjengjeng......... waduh tegang parah dong..... Alhamdulillah dari
kelompokku ternyata yang tidak lulus hanya satu orang dan bukan aku tentunya.
Untuk peserta yang tidak lulus harus menjalani proses remedial untuk lulus.
Setelah remedial dan makan siang,
kami dikumpulkan di ruangan utama untuk pembagian map. Semua orang baik yang
lulus dan yang tidak lulus sudah pasti akan medapatkan map. Bedanya, untuk
peserta yang lulus akan mendapatkan sertifikat di dalam map tersebut. Jadi,
apakah ada yang akhirnya tidak lulus? Hmm.... itu aku tidak bisa jawab juga
karena semua orang tidak ada yang membuka isi mapnya.
Acara ditutup dengan wejangan-wejangan dari para konsulen, permintaan maaf karena sempat galak, makan-makan, dan foto bersama tentunya... heheeee...
Apabila tidak lulus juga setelah
remedial lantas apa yang harus dilakukan? Tentunya harus ikut ACLS lagi dong
tapi tidak harus bayar full, cukup bayar Rp500.000,00 saja.
Semoga ceritaku yang panjang ini
membantu teman-teman sejawat sekalian supaya lebih mengetahui bagaimana proses
ACLS berlangsung. Semangaaaaat!!!!
0 comments