facebook google twitter tumblr instagram linkedin

Pages

  • Beranda
  • Travelling
  • Poetry
  • Tales
  • Life Machine
  • Self Care

The Praraous


Aku jarang sekali pergi ke Jakarta. Kalaupun ke Jakarta pastilah tempat yang dikunjungi adalah  Dufan. Kali ini aku dan Fika berkunjung ke tempat wisata di medan merdeka. Sekitaran Monas saja.. Tadinya aku ingin menambahkan Kota Tua juga pada itenerary tapi sayangnya waktu tidak memungkinkan. Di kunjungan kali ini aku dan Fika megunjungi Museum Nasional, Perpustakaan Nasional, dan Galeri Nasional.

Waktu itu jam menunjukan pukul 08.15 pagi. Aku dan Fika sampai di stasin Gambir disambut oleh langit Jakara yang kurang bersahabat karena hujan. Kami sarapan terlebih dahulu di stasiun Gambir sembari  menunggu hujan reda. Sayangnya hujan malah turun semakin deras. Jam menunjukkan angka 09.30 dan kami tidak mau menyia-nyiakan waktu kami selama di Jakarta hanya karena hujan. Akhirnya kami berani menerjang hujan (pake Grabcar wkwk) menuju ke Museum Nasional. Museum Nasional Indonesia terletak di Jalan Medan Merdeka Barat nomor 12 Jakarta Pusat. Tempat ini buka setiap hari kecuali hari Senin dan hari libur nasional dari pukul 08.30 hingga pukul 16.00. Tiket masuknya cukup murah menurutku, karena maksimal kita hanya merogoh uang sebesar Rp10.000,00 saja (harga turis). Aku sendiri hanya mengeluarkan uang sebesar Rp5.000,00 saja. Setelah membeli tiket, aku dan Fika diharuskan menitipkan tas karena tas kami adalah tas gandong. Kalau kalian mau ke Museum ini, aku sarankan sih pakai tas selempang aja supaya ga usah ribet dititipin.

Kala itu museum cukup ramai oleh rombongan keluarga yang sungguh riweuh bin paciweuh karena mereka sibuk mengambil foto sampai mengganggu pengunjung lain. Tak jarang beberapa pengunjung (termasuk turis internasional) terlihat mencibir mereka. Sebisa mungkin kami menjauh dari kerumunan keluarga tersebut. Eksplorasi dimulai dari lantai 1 yang isinya berupa arca, relief, benda-benda peninggalan masa kejayaan Hindu dan Buddha, lukisan manusia berbagai macam suku di Indonesia, rumah adat, dan masih banyak lagi. Untuk arca, beberapa ada yang masih dalam proses perawatan sehingga dibungkus menggunakan plastik. Ada juga arca yang tidak ada pada tempatnya karena dalam proses pembersihan. Di bagian tengah gedung terdapat taman arca yang berisi arca Nandi yang dikelilingi oleh arca-arca lainnya. Sebenarnya aku ingin melihat lebih dekat namun sayangnya lagi hujan.. di pinggir-pinggir taman ada banyak arca dan relief para dewa dan juga ada peralatan jaman dahulu seperti lingga dan yoni. 
Selesai melihat arca-arca, aku dan Fika bergegas ke daerah lobby kaca untuk melihat peta Indonesia dan lukisan manusia dari berbagai suku di Indonesia. Kami tidak terlalu lama di sini karena kami cukup terganggu dengan adanya rombongan keluarga yang sangat ribut. Lanjut, kami ke ruang (aku lupa namanya apa) yang pasti ada banyak artefak-artefak manusia purba dan juga informasi yang berkaitan dengan kehidupannya. Ada juga ruangan prasejarah yang isinya barang-barang peninggalan prasejarah. Di lantai satu terdapat ruangan etmologi namun pada saat aku berkunjung ruangannya sedang ditutup, entahlah karena apa, sepertinya sedang pemeliharaan.
Lanjut ke lantai 2, disini terdapat ruangan dengan tema “Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi”. Disini dipamerkan alat-alat yang membantu manusia dalam mencari nafkah seperti neraca raksasa, alat untuk mencari ikan, dan lain sebagainya. Dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi disini ditampilkan berbagai macam alat baca dan tulis jaman dahulu kala, mulai dari menulis di batu, menulis di daun, kayu, dan masih banyak lagi. Sistem navigasi pun ditampilkan di sini dan dijelaskan secara detail melalui tulisan yang ada di samping barang yang dipamerkan.
Setelah puas berkeliling di lantai 2, kami naik ke lantai 3 menggunakan eskalator. Sebenarnya bisa sih menggunakan lift, namun waktu itu museum semakin ramai dan orang-orang memilih menggunakan lift. Untuk menggunakan lift kami harus mengantri lebih lama. Males berlama-lama akhirnya kami kami naik eskalator saja. Oh iya perlu diketahui bahwa eskalator di museum ini sangat cepat seperti eskalator-eskalator di Singapura. Hati-hati terjatuh ya!! Untuk eskalator naik sih masih oke tapi untuk eskalator turun aku agak deg-degan takut jatoh hehe... Di lantai 3 ini tersimpan koleksi peralatan sehari-hari seperti kursi, meja, perhiasan, pakaian sehari-hari, dan perabot-perabot lainnya.
Setelah puas menjelajah lantai 3, tiba saatnya kami menjelajah lantai 4. Untuk lantai 4 ini agak spesial karena kami tidak diperkenankan mengambil gambar. Satu-satunya tempat yang boleh diambil gambarnya hanyalah pada lobby yang dindingnya dihiasi banyak foto hitam putih yang menggambarkan kehidupan dan potret masa lampau. Lantai 4 ini menyimpan koleksi emas dan keramik. Fika bilang, selain karena masalah keamanan, alasan tidak diperbolehkannya kita mengambil foto adalah karena cahaya flash dari kamera dapat merusak partikel-partikel halus pada benda koleksi yang dipamerkan.
Sebelum kami meninggalkan museum, kami menyempatkan diri untuk shalat di area basement. Mushalanya menurutku cukup enak dan adem meski letaknya ada di area basement. Mukena yang disediakan juga bersih dan layak pakai. Biasanya kalau di Bandung mushala (apalagi yang letaknya di basement) jauh dari kata layak. Udah mah tempatnya kecil, mukenanya juga bau. Nah beda dengan mushala yang ada di Museum Indonesia ini. Terimakasih ya Museum Indonesia untuk tidak melupakan kenyamanan mushala.

Setelah puas menjelajah setiap sudut museum, kami lapar sekali hehe. Kami memutuskan untuk makan di Perpustakaan nasional sembari menghemat waktu karea saat itu jam menunjukkan pukul 14.00. Kami ke Perpustakaan Nasional jalan kaki mengitari Monas. Tadinya kami mau naik grab saja, tapi dipikir-pikir kapan lagi menikmati jalanan Jakarta sambil jalan kaki. Tak butuh waktu lama kami akhirnya sampai di Perpustakaan Nasional. Begitu masuk ke gedung depan, wow.....seperti bukan perpustakaan! Iyap... ini sih lebih ke arah museum karena di sini terpajang banyak koleksi-koleksi foto, benda-benda unuk menulis, meja, kursi, sepeda, dan beberapa layar interaktif yang menceritakan sejarah perpustakaan. Di gedung ini tidak ditampilkan kolekesi buku yang bertumpuk seperti perpustakaan pada umumnya.
Karena jam berkunjung hanya tinggal sebentar lagi, kami langsung ke gedung besar dan tinggi yang berada di belakang gedung pertama. Salah satu tujuan kami ke Perpustakaan ini adalah mencetak kartu anggota perpustakaan kami. Selama ini kami hanya memiliki nomor keanggotaan digital saja. Oh iya kabarnya di lantai 24 ada rooftop yang wajib banget buat dikunjungi namun karena perpustakaan sudah mau tutup kami tidak jadi ke lantai 24. Boro-boro ke lantai 24, kami Cuma bisa jelajah hingga lantai 4 juga. Kami ke lantai 4 pun itu karena lapar. Berbicara soal lapar, perpustakaan nasional memiliki kafetaria yang menjual makanan murah namun enak!! Kafetarianya cukup besar dan bersih dengan cat berwarna putih, meja kayu, dan sofa berwarna biru-jingga. Aku dan Fika memesan paket nasi yang harganya 13 ribu rupiah saja. Untuk teman nasinya kita boleh memilih sendiri naun maksimal 3 jenis. Aku memilih nasi, telor balado, dan terong balado, dan tahu bumbu merah. Untuk air minum disediakan air mineral secara gratis dan kita bisa refill semau kita sepuasnya.
Jam menunjukkan puul 16.00 yang artinya perpustakaan sudah mau tutup. Sudah ada pemberitahuan melalui speaker yang intinya agar kita cepat keluar dari area perpustakaan.. huhu sedihnya.... tapi ya bagaimana lagi. Mungkin lain kali aku harus jadwalkan eksplorasi Perpustakaan Nasional dari pagi hari agar semua lantai dapat terjelajahi. Perjalanan dilanjutkan ke Galeri Nasional Indonesia. Sayangnya kami ke sana di waktu yang kurang tetap karena beberapa bagian galer sudah tutup sehingga kami hanya dapat mengunjungi pameran temporernya saja. Meski begitu, aku dan Fika butuh kurang lebih 2 jam untuk mengeksplorasi semua sisi pameran hingga kaki kami rasanya mau copot larena tiak ada tempat duduk di museum. Sekalinya posisi jongkok eh ditegur sama mbak-mbak yang bertugas.
Tiga tempat yang aku ceritakan di atas memang seharusnya tidak dikunjungi berbarengan dalam satu hari karena satu tempat saja bisa menghabiskan waktu lebih dari 4 jam (jika kita benar-benar eksplore setiap sudutnya). Akan lebih baik jika kita datang pada saat awal museum buka sehingga kita bebas eksplorasi tanpa ada gangguan dari pengunjung lain dan tentunya tidak perlu antri apabila kita mau berfoto, hehe... Wisata di Jakarta ternyata cukup asyik dan melampaui ekspektasiku. Oh iya dan tentunya membuka mataku bahwa tempat wisata Jakarta bukan hanya Dufan.  Heeheeee... Sekian cerita dariku.. mohon maaf apabila banyak kesalahan dan tidak dapat bercerita secara detail karena waktu kunjungan yang singkat. Mudah-mudahan aku diberi kesempatan untuk bisa lebih mengeksplor Perpustakaan Nasional dan Galeri Nasional. Aamiiiiiiin... Have a nice long weekend everyone :)

April 20, 2019 No comments

Dokter mana yang tidak tahu jargon “I clear, you clear, everybody clear”? aku yakin hampir semua dokter tahu jargon ini. Bahkan orang awam pun sebagian besar pasti sudah tahu jargon ini baik melalui kehidupan nyata atau drama korea yang suka ditayangkan melalui jaringan internet atau bahkan televisi. Yassss, jargon tersebut biasanya diucapkan apabila kita akan memberikan kejut listrik pada pasien henti jantung. Semua orang dapat memberikan terapi henti jantung termasuk orang awam karena kini Automated External Defibrilator (AED) sudah tersedia di ruang publik. Penggunaannya pun cukup mudah karena yang harus kita lakukan hanyalah mengikuti perintah dari AED ini. Lain halnya apabila kejadian henti jantung ini terjadi di rumah sakit. Alat yang digunakan akan lebih canggih dan lebih ribet disertai dengan terapi tambahan lain berupa obat-obatan dan alat bantu napas paten/ endotracheal tube (ETT). Dokter harus menguasai ilmu ini sebagai penanganan awal sebelum dikonsulkan ke konsulen atau dokter spesialis yang bertanggung jawab.

Apabila kamu seorang dokter yang mau mencari lowongan pekerjaan, cobalah lihat persyaratan melamarnya, hampir setiap persyaratannya harus mencantumkan sertifikat ACLS (Advance Cardicac Life Support) selain STR (Surat Tanda Registrasi). Sebenarnya materi ACLS sebagian besar sudah diajarkan pada saat kita masih di bangku kuliah (atau profesi). Namun, belum semua universitas memberikannya atau memberikan tapi cuma selewat selewat saja. Itulah mengapa seorang dokter harus memiliki sertifikat ACLS yang didapatkan setelah ia menjalani pelatihan selama 3 hari.
Kenapa aku mengambil kursus ACLS? Ya jawabannya karena aku butuh wkwk..... Aku sempat bertanya pada seniorku mengenai waktu yang tepat mengikuti ACLS. Dari beberapa yang aku tanyai, rata-rata menjawab lebih baik ikut pelatihan ACLS setelah menyelesaikan program internship dan setelah mendapatkan STR definitif. Alasannya adalah supaya pada saat setelah internship, masa berlaku sertifikat ACLS kita bisa lebih panjang. Alasan lainnya adalah supaya kita sudah tahu medan perang. Misalnya, kita sudah belajar banyak ilmu selama sarjana kedokteran, tapi pada saat koass tetap saja kita lupa-lupa ingat apa yang telah kita pelajari. Selama menghadapi pasien kita didampingi oleh residen dan konsulen sebagai tempat bertanya dan diskusi. Lalu kita akan sangat ingat lagi apabila kasus tersebut dibahas secara mendalam pada sesi case report. Pada sesi case report tersebut kita akan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan sesuai guideline dan kenyataan yang telah dilakukan di lapangan. Sama halnya dengan ACLS, kita dihadapkan terlebih dahulu pada medan perang (dalam hal ini adalah program internship, dimana apabila selama di lapangan kita tidak tahu kita bertanya pada DPJP atau dokter senior), lalu kemudian kita bahas semua materinya saat ACLS (baik sesuai guideline dan sesuai kenyataan di lapangan).

Aku mengambil pelatihan ACLS di Universitas Padjadjaran (Unpad) supaya dekat dengan rumah sehingga aku tidak perlu mengeluarkan uang berlebih untuk akomodasi, makan, dan ongkos yang mahal. Dengan uang sebesar Rp3.250.000,00. aku mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan ACLS 12-14 April 2019. Dengan harga tersebut aku mendapatkan 1 buku BCLS, satu buku ACLS, makan siang selama 3 hari, snack sehari 2 kali selama 3 hari, workshop kit, dan tentunya materi pelatihan dari para konsulen.

Buku baru bisa kita ambil H-2 minggu pelatihan di kantor PADMA yang terletak di Jln Sejahtera no 25 Sukajadi, Pasteur Bandung. Waktu pengambilan hanya bisa dilakukan pada jam kerja, yakni Senin sampai Jumat pukul 08.00 – 15.00. Untuk pengambilannya boleh diambil sendiri atau diambilkan orang lain, bahkan via gosend atau grabexpress pun tidak masalah (tapi harus dari pihak kita yang pesan ya.....). Aku sendiri minta diambilkan oleh adik karena aku sedang jaga klinik.
Setelah mendapatkan buku, kita harus belajar yang giat weheheheeee.... eh tapi serius deh karena kita harus mengisi lembar pretest berwarna hijau dan biru yang diselipkan pada paket buku. Aku sendiri lebih suka menyebutnya sebagai PR dibandingkan pretest karena pretest sesungguhnya akan ada lagi pada hari pertama.

HARI PERTAMA
Pelatihan hari pertama dimulai pukul 07.30. Namun aku tidak lihat jadwal jadi datangnya kepagian.. Aku sudah di lokasi pukul 06.00 heheeee.... Jadi aku pakai waktu yang ada untuk sarapan terlebih dahulu. Di sekitar gedung Eijkman ada banyak sekali makanan. Aku lebih suka jajan sarapan di komplek indomaret karena banyak sekali pilihan. Ada bubur, nasi kuning, donat Dydy yang sangat melegenda, dan  tentunya onigiri indomaret yang juga melegenda. Pada pagi itu aku memutuskan untuk sarapan donat Dydy dan kopi sembari napak tilas makanan-makanan yang biasa aku beli pada jaman koass.

Pada hari pertama kita diminta mengumpulkan ijazah, foto berlatar belakang merah ukuran 4 x 6 sebanyak 4 buah, dan fotokopi ijazah dokter. Tepat jam 07.30 kami disuguhkan soal-soal pretest yang sesungguhnya. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk slide dan setiap soal harus bisa dijawab dalam waktu 20 detik saja. Awalnya aku hanya bisa ngahuleng sembari bingung karena waktu berjalan terlalu cepat, tapi lama-kelamaan akan jadi biasa karena katanya alasan soal-soal itu harus dijawab dalam waktu 20 detik adalah supaya kita bisa terlatih untuk membuat keputusan klinis yang tepat dalam waktu singkat. Setelah pretest kami diberikan materi singkat mengenai BCLS. Kurang lebih materinya sama meperti yang ada di dalam buku jadi sebenernya lebih ke arah mereview materi saja sih.. Toh hampir satu buku dibahas cuma sekitar 2 jam kayanya.. Setelah pretest dan materi awal BCLS, kami dipersilahkanuntuk menyantap snack atau pergi ke toilet selama 15 menit. Sanck yang disajikan menurutku lebih cocok disebut sebagai sarapan karena panitia memberikan kami bubur kacang hijau dan bubur ketan hitam wkwk.. Mas Wira (panitia ACLS) bilang kita harus mengisi energi yang adekuat karena materi selanjutnya adalah BCLS. Ternyata Mas Wira ini benar.... materi BCLS memang butuh energi yang luar biasa karena kita dilatih untuk melakukan RJP yang baik dan benar. Satu orang peserta melakukan kurang lebih 10 siklus jika ditotal (kalau aku ga salah ingat). Apabila konsulen melihat kita salah melakukan RJP maka kita disuruh mengulangi lagi sampai benar. Oh iya, untuk skill ini kita diberi alat ventilasi gratis yang mungkin saja bisa kita pakai untuk menolong orang di jalan tanpa harus melakukan ventilasi mouth-to-mouth. Selain berlatih RJP, peserta juga dilatih bagaimana cara menolong orang yang keselek baik itu bayi, anak, atau dewasa. Untuk bayi dan anak alat yang dipakai adalah manekin. Untuk dewasa alat yang dipakai adalah teman kita sendiri. Jadi pilihlah partner dengan ukuran tubuh yang mirip baik dari sisi berat badan dan tinggi badan supaya kita tidak kesulitan.



Setelah lelah ber-RJP ria, peserta dipersilahkan makan siang dan shalat. Setelah itu materi dilanjutkan dengan tema defibrilasi, kardioversi, dan pacu jantung. Setiap orang dipersilahkan untuk mencoba mengoperasikan alat. Oh iya disini ada RJP lagi.. Jujur aku gak lelah tapi jari tangan sakiiiit banget... soalnya manekin yang dipakai sangat keras. Aku lebih suka RJP di manusia beneran dibanding manekin karena manusia memiliki lapisan otot yang membalut tulang sehingga tidak membuat tangan biru-biru.
Setelah semua orang berhasil mengoperasikan alat, kami mendapatkan materi mengenai penggunaan alat bantu napas. Materi berupa lecture disampaikan hanya sekitar satu jam saja, lalu lanjut belajar cara menggunakan alat  yang cuma sebentar aja. Satu orang hanya kebagian sekitar 5 menit. Lalu tidak berselang lama eh udah ujian aja... iya  ujian... ujian cara memasang endotracheal tube.. Tapi alhamdulillah lancar sih... Kalau teman sejawat yang baca postinganku pernah memasang ETT pada manusia sungguhan, percayalah pada pelatihan ini akan jauh lebih mudah karena kepala manekinnya ringan bangeeet.

HARI KEDUA
Hari kedua ini diisi oleh materi henti jantung, bradikardia, takikardia, sindroma koroner akut, dan latihan membaca EKG hingga pukul 12.00. Aku sarankan untuk fokus fokus fokus!!! Kalau ada yang gak dimengerti silahkan ditanyakan kepada pemberi materi. Ternyata ada banyak sekali (ga banyak banyak amat deng) hal-hal yang harus kita ketahui tapi tidak ada di buku. Semua dikupas pada saat lecture. Hal ini juga demi kelancaran ujian megacode.

Setelah banyaknya materi yang diterima, peserta dibagi menjadi 6 kelompok ujian megacode. Satu kelompok berisi 5-6 orang. Selain diumumkan kelompok kita juga sudah tahu siapa pelatih megacode kita dan penguji megacode kita. Satu penguji akan menguji 2 kelompok. Pelatih megacode sudah dapat dipastikan sama dengan penguju megacode. Tapi gak tahu ya kalau tiba-tiba pengujinya digantikan... tapi setahuku itu belum pernah terjadi.
Aku mendapat konsulen yang menurutku sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat baik. Hal itu terlihat dari cara beliau memberikan lecture. Beliau benar-benar membuat peserta sangat mengerti dan mantap (tapi tetep aja lupa mah sifat manusia ya.... ada aja yang aku lupa-lupa). Aku tiba-tiba merasa tenang mendapatkan penguji beliau.

Sambil menunggu jam menunjukkan pukul 13.00, kami makan siang. Lagi-lagi Mas Wira menyuruh kami makan dengan porsi banyak sebelum menjalani “penyiksaan”. Dan ternyata benar saja... kami “disiksa” pada saat latihan megacode. Semua hasil belajar kami disatukan semua dalam bentuk kasus pasien yang mengalami berbagai macam masalah tiada henti. Mulanya pasien henti jantung, lalu pasien berhasil kembali ke keadaan ROSC namun bradikradia, lalu ketika bradikardianya berhasil ditangani pasien tiba-tiba mengalami ACS, lalu tiba-tiba edema paru, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.... dokter pelatih megacode yang kami kira baik ternyata tidak sepenuhnya baik. Selama pelatihan dia sering sekali teriak-teriak, menghentakkan kaki, dan sesekali menggebrak meja apabila kami salah. SEREM COYYY.... Saranku apabila ada yang mau mengambil kursus ACLS, kalian harus hapal mati semua algoritma pelatihan termasuk dosis obat, cara administrasi obat, indikasi, dan kontraindikasi sehingga pada saat latihan konsulen tidak terlalu garang.. Oh iya jangan lupa catat kasusnya karena bisa saja kasus yang diujikan akan sama dengan latihan.



Oh iya pada megacode ini kami satu kelompok adalah tim codeblue ceritanya. Jadi ada yang menjadi kapten, ada yang bertugas kompresi dada, ada yang bertugas memberikan ventilasi, ada yang bertugas memberikan obat, dan ada yang bertugas sebagai sekretaris. Semua orang mendapatkan kesempatan menjadi kapten karena pada saat jadi kapten lah kita sebenarnya diuji. Teman-teman lain yang tidak jadi kapten akan menjalankan tugas sesuai perintah kita. Oh iya untuk peran kita tidak bisa memilih ya... semua orang pasti akan kebagian menjadi kapten

HARI KETIGA
Yaaas akhirnya hari terakhir tiba juga.. hari terakhir dari pelatihan ACLS ini. Sebelum menjalani megacode kami dipersilhahkan mengisi post test ACLS. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk slide dan satu soal hanya dapat dkerjakan dalam waktu 20 detik saja. Setelah selesai, kami langsung menjalani megacode. Alhamdulillah tidak setegang kemarin, megacode berjalan lancar meski ada lupa lupa sedikit. Teman-teman satu timku sangat baik sehingga apabila aku lupa banyak yang bisik-bisik mengingatkan. Namun sayangnya aku agak budeg dan sulit membaca bahasa bibir hiks.... but anyway makasih ya guys kalian sudah mencoba membantuku... Berbeda dengan kelompok yang diuji koleh konsulen lain, kelompokku sama sekali tidak diberitahu siapa saja yang lulus dan tidak lulus. Jengjengjengjeng......... waduh tegang parah dong..... Alhamdulillah dari kelompokku ternyata yang tidak lulus hanya satu orang dan bukan aku tentunya. Untuk peserta yang tidak lulus harus menjalani proses remedial untuk lulus.

Setelah remedial dan makan siang, kami dikumpulkan di ruangan utama untuk pembagian map. Semua orang baik yang lulus dan yang tidak lulus sudah pasti akan medapatkan map. Bedanya, untuk peserta yang lulus akan mendapatkan sertifikat di dalam map tersebut. Jadi, apakah ada yang akhirnya tidak lulus? Hmm.... itu aku tidak bisa jawab juga karena semua orang tidak ada yang membuka isi mapnya.

Acara ditutup dengan wejangan-wejangan dari para konsulen, permintaan maaf karena sempat galak, makan-makan, dan foto bersama tentunya... heheeee...



Apabila tidak lulus juga setelah remedial lantas apa yang harus dilakukan? Tentunya harus ikut ACLS lagi dong tapi tidak harus bayar full, cukup bayar Rp500.000,00 saja.
Semoga ceritaku yang panjang ini membantu teman-teman sejawat sekalian supaya lebih mengetahui bagaimana proses ACLS berlangsung. Semangaaaaat!!!!

April 17, 2019 No comments


Direngkuhnya petang..
Bersama semilir adzan yang dipeluk angin..
Doanya menggelayut bersama air wudhu..
Satu harap yang berjalan setelah adzan.
Dan tak pernah berlari setelah iqomah..
Tersebut dalam syahdu..
Suatu doa yang pasti tak tertolak..
Menggaung pada langit, mayapada, dan seisinya..
Rembulan dan dayang-dayang menjadi saksi..

Konspirasi semesta...
Halus membisik kepada daun dan semak belukar..
Bahwasanya panjatan doa itu menggulung bersama awan..
Tertahan untuk jadi nyata..

Satu dua titik air menetes pilu..
Menggenang menenggelamkan sepasang bola mata..
Hingga sujudnya menjadi sangat berat.. .

Namun..
"Belum" jawab Nya... .







Dari yang selalu mendoakan,
Vera Dianwari
April 04, 2019 No comments
Newer Posts
Older Posts

Hi, there!!!

VERA
25 years old doctor who write to keep memories alive. 
Read more >

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (2)
  • ▼  2019 (9)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ▼  April (3)
      • Satu Hari di Medan Merdeka Jakarta
      • Pengalaman Ikut Pelatihan ACLS 2019
      • Belum
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (4)
  • ►  2017 (2)
    • ►  September (2)

Instagram

Popular Posts

  • Pengalaman Ikut Pelatihan ACLS 2019
    Dokter mana yang tidak tahu jargon “I clear, you clear, everybody clear”? aku yakin hampir semua dokter tahu jargon ini. Bahkan orang aw...
  • Satu Hari di Medan Merdeka Jakarta
    Aku jarang sekali pergi ke Jakarta. Kalaupun ke Jakarta pastilah tempat yang dikunjungi adalah   Dufan. Kali ini aku dan Fika berkunjung k...
  • Belum
    Direngkuhnya petang.. Bersama semilir adzan yang dipeluk angin.. Doanya menggelayut bersama air wudhu.. Satu harap yang berjalan sete...
  • Belanja di Bookdepository.com
    Berawal dari kesulitan mencari buku L’art de la Simplicite yang asli di shopee, aku mencari-cari online shop lain yang menyediakan buku y...
  • Short Escape to Anyer
    Beberapa hari yang lalu aku mendengar berita mengenai gelombang air laut tinggi yang menyapu pantai Anyer. Kaget? Tentu saja!! Tepat dua b...

Created with by ThemeXpose