Vera vs Varicella

by - September 21, 2017


Aku terserang Varicella alias cacar saat aku duduk di tingkat 2 perkuliahan. Awalnya aku merasakan ada bruntus kemerahan yang berubah berisi cairan di wajah dan perut. Pada saat itu aku mengira kalau itu hanyalah jerawat biasa karena aku sebentar lagi menstruasi. Aku sama sekali tidak menganggap hal itu serius dan tetap mengikuti kegiatan seperti biasa. Kebetulan saat itu aku sedang sangat sibuk karena fakultasku sedang mengadakan dies natalis dan aku sedang kedatangan tamu dari Bali.

Aku masih ingat saat itu hari Sabtu dan aku sedang menjadi panitia suatu lomba semacam Running Man di Jatinangor. Aku merasa sangat lemas dan badanku agak hangat. Aku paksakan diri untuk tetap datang dan menjadi panitia. Aku sempat ke klinik Padjadjaran sebelum memulai kegiatan dan aku dikatakan terkena infeksi virus saja. Saat itu aku diberikan vitamin, parasetamol, dan antibiotik. Merasa baikan dengan sekali minum obat, aku paksakan mengikuti kegiatan sampai malam hari karena kebetulan acaranya sedang kekurangan panitia.

Esok harinya, aku menemani temanku yang baru datang dari Bali untuk berkeliling  kota Bandung. Saat itu tenggorokanku agak kurang enak sehingga aku harus menggunakan masker sepanjang hari. Saat aku pulang ke rumah aku dikejutkan oleh bruntus merah yang semakin banyak dan sudah ada hampir di seluruh tubuhku termasuk muka. Tenggorokan pun semakin tidak enak. Aku mulai menduga kalau aku terkena cacar dan berencana pergi ke klinik Wirasakti Kesdam AD hari Senin dan mengambil libur untuk kegiatan perkuliahan.

Di klinik Wirasakti aku dikatakan terkena varicella atau cacar air. Aku diberikan obat cacar (lupa acyclovir atau falacyclovir), parasetamol, vitamin, dan bedak salisilat. Tiga hari berjalan aku merasa tidak ada perubahan dan semakin lemas serta tenggorokanku semakin sakit sampai-sampai aku tidak dapat minum air saking sakitnya. Aku kembali ke klinik dan menceritakan semua keluhanku pada dokter jaga di situ. Dokter pun akhirnya menambahkan dexamethasone untuk aku minum selama 4 hari. Syukur alhamdulillah, baru 2 hari meminum obat itu tenggorokanku baikan dan aku dapat meminum air putih. Sekitar satu minggu beruntus di badan dan wajahku sudah hilang tinggal bekasnya saja yang cukup menyebalkan belum hilang. Untuk bekas di badan ya aku sih sesungguhnya agak bodo amat karena toh akan tertutup pakaian juga nantinya. Masalahnya adalah bekas cacar di wajah yang luar biasa banyak dan membuatku seperti macan tutul. Sedih rasanya harus kemana-mana dengan menggunakan masker. Jujur saja kala itu kepercayaan diriku sangat turun.

Dengan tekad mengembalikan kepercayaan diriku, akhirnya aku memberanikan diri untuk bertemu dokter spesialis kulut kelamin di klinik Anggrek RSHS karena temanku yang terkena varicella saat tingkat satu kini kulitnya kembali mulus setelah berobat ke spesialis. Aku memilih dokter yang sama seperti temanku ini, yakni dr. Yunita Damopolii, SpKK, yang ternyata adalah dosenku sendiri hehe. Aku menceritakan semua keluh kesahku pada dr. Yunita yang super cantik itu. Tanpa rasa jijik dia memeriksa wajahku dengan sangat tarapti. Setelah sesi curhat dan pemeriksaan aku disuruh untuk menebus resep di klinik Lily (masih di RSHS juga. Ini adalah klinik kecantikan juga sih tapi ada di pavilliun Parahyangan). Aku disuruh menebus kapsul vitamin kulit (lupa namanya apa), cream AHA 8, sunblock foundation, dan refakuin. Untuk biaya konsultasinya aku menghabiskan uang Rp. 120.000 kalau tidak salah, namun karena aku adalah mahasiswanya dr. Yunita maka aku dibebaskan dari biaya tersebut hehehehe. Bahkan beliau bilang kalau nanti kontrol aku langsung saja datang ke ruangannya tanpa harus daftar. Untuk obatnya aku menghabisan sekitar Rp.300.000. Detail harga obatnya aku kurang ingat. Kalau tidak salah AHA 8 harganya Rp70.000,00. Harga sunblock foundation Rp30.000,00. Harga Refakuin sekitar Rp80.000, dan  harga harga kapsul vitamin kulitnya yang cukup mahal. Tapi itu harga kita-kira saja sih. Aku benar-benar lupa harga aslinya berapa soalnya sudah lama sekali.

Cara penggunaannya adalah sebagai berikut:

Pagi:
  1. Sabun cuci muka wardah (yap, dr. Yunita menganjurkan aku menggunakan sabun mukaku yang ada karena menurutnya sabun muka wardah cukup aman untuk keadaan mukaku)
  2.  Sunblock foundation (boleh diulang kalau sudah selesai wudhu) seluruh wajah



Malam:
  1.  Sabun cuci muka wardah
  2.  AHA 8 dioles tipis-tipis seluruh wajah
  3.  Refakuin di noda-noda bekas cacar
  4. Vitamin kulit


dr. Yunita, SpKK (sumber gambar dari website Erha Clinic)


Sekitar satu bulan aku menggunakan krim dari dr. Yunita. Alhamdulilah sudah ada perubahan. Krim yang pakai sudah semakin menipis. Aku kembali kontrol ke dr.Yunita. dr. Yunita melihat perkembangan mukaku yang cukup bagus dan akhirnya merubah resepnya dengan mengganti AHA8 menjadi AHA10. Untuk kapsul vitamin kulit dihentikan. Untuk sunblock dan refakuin terus dilanjutkan. Dr. Yunita juga menyarankan aku untuk melakukan peeling minimal 4 kali supaya nodanya lebih cepat hilang serta supaya regenerasi kulitku cepat. Tiga hari sebelum peeling aku disarankan untuk stop semua krim. Akhirnya aku membuat janji peeling satu minggu kemudian di ruang amarilis RSHS.


Satu minggu kemudian aku datang ke ruang amarilis (departemen kulit dan kelamin RSHS) untuk melakukan peeling. Peeling ini langsung dilakukan oleh dr. Yunita didampingi satu perawat amarilis. Karena aku baru pertama kali melakukan peeling akhirnya dr. Yunita memutuskan supaya aku hanya mendapatkan setengah dosis saja supaya tidak kaget. Setengah dosis saja aku sudah merasa tersiksa. Hiks. Peeling itu rasanya cekit-cekit gitu ternyata. Jadi aku dibersihkan dulu mukanya menggunakan sabun (aku ngintip, merk sabun yang digunakan adalah theraskin), lalu aku tidur sambil memegang kipas angin yang diarahkan ke wajahku, mataku ditutup, dan dr. Yunita mengoleskan cairan yang cekit-cekit itu di wajahku sekitar 5 kali kalau tidak salah. Setelah itu teteh perawat mendinginkan wajahku dengan kapas dingin di seluruh wajah sampai aku tidak merasa cekit-cekitan lagi. Aku diberi resep shooting cream (yang dibeli di klinik lily) dan disuruh untuk menghentikan dulu cream yang dr. Yunita beri sebelumnya sampai wajahku berhenti mengelupas (yap, peeling akan membuat wajah kita mengelupas sekitar satu minggu). Oia harga peelingnya sebenarnya Rp200.000. Tapi karena aku adalah mahasiswanya dr. Yunita, maka lagi-lagi aku dikasih diskon.

Dalam satu minggu pasca peeling aku merasa wajahku semakin kusam dan lama kelamaan seperti gosong. Kemudian wajahku mulai mengelupas dan muncul kulit baru yang terlihat lebih sehat dan cerah. Proses peeling ini seperti proses ganti kulit bagiku ahahahaa..  Setelah 4 kali menjalani peeling aku merasa wajahku mulai membaik. Noda bekas cacar kini mulai jelas tersamarkan, tapi masih ada sih dikit dikit meski gak separah dulu. Dr. Yunita menambahkan Vitacid sebagai tambahan krim malam yang aku pakai slang seling dengan krim AHA10. Jadi sehari pakai vitacid sehari kemudian pakai AHA10.

Saat aku mau kontrol selanjutnya, dr. Yunita ternyata sedang pergi ke Korea dan entah kapan kembali. Saat itu aku juga sedang sibuk dengan dunia perkuliahan di Jatinangor sehingga jarang sekali pulang ke Bandung. Saat aku tahu kalau dr. Yunita kembali dari Korea, ternyata dr. Yunita pun sudah tidak ada di Bandung. Ternyata dia pindah ke Jakarta dan kini praktek di Erha. Sedih rasanya. Mau ganti dokter tapi udah kepalang nyaman sama dr. Yunita. Akan tetapi, karena aku sudah merasa wajahku kembali ke kondisi normal (meski belum bersih sempurna) akhirnya aku berhenti ke dokter kulit dan memilih untuk memakai produk lokal yang lebih murah.



You May Also Like

0 comments