facebook google twitter tumblr instagram linkedin

Pages

  • Beranda
  • Travelling
  • Poetry
  • Tales
  • Life Machine
  • Self Care

The Praraous

Berawal dari kesulitan mencari buku L’art de la Simplicite yang asli di shopee, aku mencari-cari online shop lain yang menyediakan buku yang aku cari. Aku bertanya-tanya juga kepada teman-temanku yang pernah belanja melalui platform periplus dan books and beyond, namun kebanyakan dari mereka mengatakan kalau lebih enak belanja di bookdepository.com. Alasannya tentu saja  harga yang murah, diskon besar, dan gratis ongkir ke seluruh dunia. Oke, sebenernya gak semua negara bebas ongkir sih, tapi Indonesia termasuk negara yang dibebaskan ongkirnya. Hihi....  Sebagai orang yang selalu berbinar melihat harga murah, aku langsung auto-tertarik dengan situs bookdepository.com ini.

Karena aku anaknya agak perhitungan, akhirnya aku check and recheck buku yang hendak aku beli di tiga website (bookdepository, periplus, dan books and beyond) guna membandingkan harga. Dan ternyata benar saja, harga yang paling murah terpampang di website bookdepository.com. Aku mendapatkan buku L’art de la Simplicite di bookdepository.com dengan harga Rp79.000,00 saja, sementara di website lain harganya di atas Rp100.000,00. Dan yang paling menarik, buku yang aku inginkan dikirim secara gratis apabila pesan melalui bookdepository.com, sementara itu kalau beli melalui 2 platform lainnya akan dikenakan biaya pengiriman.

Tanpa ba-bi-bu lagi akhirnya aku membeli buku di bookdepository.com. Untuk membeli buku melalui platform ini, kita harus memiliki alat pembayaran berupa kartu kredit. Namun tidak usah khawatir jika kita tidak punya kartu kredit, alternatif lainnya kita bisa memakai kartu debit visa, kartu debit mastercard, atau paypal. Aku sendiri tidak punya kartu kredit, sehingga aku harus menggunakan debit visa. Oh iya, saat aku membeli buku aku menggunakan debit visa jenius. Aku sudah coba pakai debit visa digibank, dan mastercard BNI namun  pembayarannya malah ditolak.. hiks sedih. Kalau debit visa mandiri kata temenku sih gak bisa juga... tapi gatau deh saat tulisan ini dibuat apakah sudah bisa atau belum.

Satu hal yang perlu diperhatikan apabila kita membeli buku melalui bookdepository.com adalah SABAR. Aku pesan buku tanggal 17 Juli 2019, buku dikirim tanggal 19 Juli 2019, dan akhirnya sampai dengan selamat di rumahku pada 3 Agustus 2019. Cukup lama ya?  Haha.. memang.. buku yang kita beli akan dikirimkan melalui Airmail par avion yang kemudian diteruskan kepada PT POS Indonesia. Oh iya, tidak seperti pengiriman melalui JNE atau JNT yang memiliki resi, pengiriman melalui airmail ini tidak memiliki resi. Jadi ya...sabar aja, pasti nyampe kok. Apabila paket buku kita belum sampai hingga lebih dari 2 bulan, kita bisa hubungi pos setempat untuk dicarikan di gudang pos, karena mungkin saja paketnya nyelip.



Sebagai tambahan, kata temenku, kalau kita beli buku dalam jumlah banyak di bookdepository.com, ada kemungkinan tidak akan sampai semua dalam waktu yang bersamaan karena ada sistem kuota timbangan. Aku juga sebetulnya kurang paham sih.... tapi yang penting kan sampai. Haha..

Situs bookdepository.com ini kurang cocok untuk kalian yang menginginkan buku dalam waktu cepat. Sebaiknya kita masih punya buku cadangan untuk dibaca selagi menunggu buku dari bookdepository datang. Kalau kamu memang butuhnya harga murah seperti aku, belanja di bookdepostory bisa menjadi pilihan. Selamat berbelanja :)



Oktober 27, 2019 No comments

Beberapa hari belakangan ini aku merasa begitu lelah. Lelah disini artinya adalah lelah fisik. Punggung terasa lebih sering nyeri terutama apabila sudah duduk lama di depan laptop. Kaki terasa rapuh karena sering berjalan dan kadang berlari saat sedang bekerja di rumah sakit. Hal terakhir yang paling membuatku lelah adalah jaga selama kurang lebih 20 jam yang diikuti oleh tugas akreditasi di rumah sakit selama 6,5 jam. Itu juga mendadak, sehingga aku terpaksa menyuruh adik mengirim baju ganti dan alat mandiku ke rumah sakit.

Rasanya aku agak dzalim membiarkan tubuhku sendiri kelelahan mengerjakan hal-hal untuk orang lain. Awalnya aku berencana untuk membeli gulu-gulu sebelum pulang ke rumah sebagai self reward karena telah berhasil melewati beberapa hari ke belakang. Semua pikiran mengenai gulu-gulu tiba-tiba menghilang tatkala teringat bahwa Firna pernah mengatakan mengenai tempat pijat yang endol di BEC. Nama tempat pijatnya adalah RX Relaxology. Ah apa coba pijat aja ya? Karena penasaran akhirnya aku coba tengok tempat pijat yang ada di lantai paling atas BEC. Dimulai dari liat-liat harga, lalu tanya-jawab mengenai jenis pelayanan pijat yang ada, dan akhirnya aku memilih untuk mencoba body massage 60 menit. Hahahaaa..


Begitu masuk ke area pijat perempuan, aku langsung disambut dengan musik-musik lembut yang enak banget buat pengantar tidur. Aku dituntun untuk masuk ke dalam salah satu bilik dan berganti pakaian menjadi kemben. Sebelum mulai, mbak terapisnya menawarkan apakah aku ingin memakai minyak aromaterapi untuk pijitnya atau minyak biasa. Secara tidak sadar aku mengiyakan tawaran tersebut. Saat mbak terapisnya pergi mengambil minyak, sekejap  ada rasa penyesalan. Aduh aku buang-buang uang... toh cuma beda aroma aja sama minyak biasa. Tapi yasudahlah..

Ternyata keputusanku untuk menggunakan minyak aromaterapi tidak salah dan aku sangat berterimakasih pada pikiran alam bawah sadarku yang tiba-tiba mengiyakan tawaran aromaterapi. Sungguh enak banget coy.. wanginya kalem dan terdapat sensasi hangat karena si minyaknya dipanaskan dulu di tungku kecil.



Saat pijat di mulai, mbak terapis ngajak aku ngobrol. Ya basa basi standar kaya “udah kerja apa belum”,” kerja dimana”, dan lain sebagainya hingga akhirnya aku tidur karena pijatannya enak. Tiba-tiba aku dibangunin untuk sesi pijat leher dan kepala. Setelah kepala dan leher diuwel-uwel dengan tangan lincah si mbak terapis, aku disuguhi minuman jahe hangat. Sedaaap!! Sesungguhnya aku ingin prolong pijetnya terutama di bagian kepala dan leher. Sayangnya aku baru ingat kalau aku harus mengerjakan laporan operasi yang dikirim oleh Teh Dita. Hahaa.. Sebelum pulang, mbak terapis menawari aku untuk mandi terlebih dahulu. Tadinya aku ingin sekalian keramas juga tapi di RX tidak disediakan sampo dan alat pengering rambut.

Sepertinya memang tubuh ini butuh diperhatikan. Lelah body langsung lenyap seketika aku melangkahkan kaki keluar dari tempat pijat. Satu jam rasanya kurang cukup untuk melepas seluruh stress yang ada di dalam tubuh, namun setidaknya tubuhku merasa lebih jauh lebih baik.

Mengutip dari buku “Self Care for the Real World” yang sedang aku baca, beberapa orang menganggap pijat sebagai sebuah kemewahan untuk memanjakan diri sendiri dan membuang-buang uang. Akan tetapi, memijat dan mendapatkan pijatan untuk diri sendiri adalah hal yang luar biasa yang dapat membantu kita untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan tubuh sendiri. Setelah pijat mungkin tidak akan ada yang berubah dari penampilan, tapi setidaknya kita dapat lebih fokus dan siap menghadapi aktivitas lain yang sudah menanti. 



Merasakan manfaat yang aku rasakan ini, aku berencana untuk menjadikan pijat sebagai aktivitas rutin sebagai rasa terimakasih pada tubuhku sendiri. Bahkan pada saat sedang menulis tulisan ini, aku sudah booking jadwal pijat untuk bulan depan.. heheheee....

Dear my body, thank you very much!! See u on the next self care!!



Agustus 24, 2019 No comments


Pada bulan Mei lalu, aku mendapatkan email dari Google Local Guide dengan subject: Vera, your April contributions unlocked a special perk. Awalnya aku kira aku hanya akan mendapatkan voucher atau potongan harga untuk travelling saja seperti biasanya. Tapi karena penasaran aku tetap membuka email tersebut dan ternyata aku mendapatkan penawaran kaus kaki gratis dari Google Local Guide dan tentunya gratis ongkos kirim juga. Untuk mendapatkannya aku harus me-reedem kode yang telah dilampirkan di email. Aku pun disuruh mengisi data diri beserta alamat rumah. Setelah berhasil, aku mendapatkan email konfirmasi yang isinya memberitahukan bahwa hadiah dari Google sudah dikirimkan dan akan sampai ke rumahku dalam waktu maksimal 6 minggu. Di dalam email juga disebutkan bahwa aku tidak dapat melacak resi. Yaaah gapapa lah, toh namanya juga hadiah.. dapet alhamdulillah, enggak juga gapapa.

Satu bulan kemudian, tiba-tiba ada tukang pos datang berteriak “PAKEET” di depan rumahku. Aku saling pandang dengan mamah heran karena kami sedang tidak belanja online. Aku pun akhirnya menyambangi Pak Pos dan mendapatkan paket berwarna oranye yang ternyata dari Google Local Guide. Aku kaget bercampur senang karena aku kira hadiah itu akan sampai ke rumah bulan depan. Ternyata hadiahku dikirimkan dari UK via Royal Mail yang kemudian diteruskan oleh PT POS Indonesia.

Hadiah yang aku dapatkan adalah sepasang kaus kaki berwarna biru langit one size dengan bahan katun 69%, poliamida 29%, dan elastin 2%. Bahannya cukup lembut dan untungnya cukup dipakai di kakiku meskipun one size. Kaus kaki dari google memiliki desain bergambar logo Google Local Guide disertai gambar pemandangan. Pada bagian alas kaki ada tulisan “Local Guides”.

Aku mungkin tidak akan menggunakan kaus kaki ini untuk keluar rumah dan berjalan-jalan, apalagi bekerja, heheee...  Aku akan menggunakan kaus kaki ini untuk tidur karena beberapa hari kebelakang Bandung cukup dingin.

Oh iya bagi yang bingung, Google Local Guide adalah komunitas global para penjelajah yang menulis ulasan, berbagi foto, menjawab pertanyaan, menambahkan atau mengedit tempat, dan memeriksa fakta di Google Map. Setiap kita berkontribusi di Google, kita akan mendapatkan poin yang dapat kita diakumulasi untuk mencapai level-level tertentu dengan berbagai kompensasi yang telah disiapkan oleh Google.

Aku menjadi bagian Google Local Guide sesungguhnya berawal dari iseng. Aku tidak menyangka keisenganku me-review tempat-tempat yang pernah dikunjungi berujung menjadi kegiatan yang cukup “nagih” dan menyenangkan. Awal aku me-review adalah ketika aku ganti handphone sekitar 1 tahun yang lalu. Entah apa yang aku lakukan pada setting handphone sehingga aku sering sekali mendapatkan notifikasi dari Google untuk me-review tempat yang baru saja aku kunjungi. Sesungguhnya, awalnya aku kesal karena notifikasi itu terus-menerus muncul, jadi aku ladeni saja si notifikasi dengan cara memberikan apa yang Google mau, yaitu review.

Berawal dari hanya menuntaskan kewajiban review agar tidak ada notifikasi yang mengganggu, aku malah jadi keasyikan dan justru menunggu-nunggu si notifikasi tersebut. Apabila aku habis berkunjung ke suatu tempat dan tidak ada notifikasi dari Google, sekarang aku justru inisiatif memberikan review tanpa diminta. Hahahaa...

Karena keisenganku tersebut, secara tidak sengaja aku pun kini telah menjadi Google Local Guide level 6. Meskipun masih baru, tapi alhamdulillah aku sudah beberapa kali mendapatkan keuntungan dari kegiatanku berkontribusi sebagai Local Guide. Aku beberapa kali mendapatkan voucher diskon kereta api, tiket pesawat, dan potongan harga menginap di hotel. Sejujurnya untuk voucher dan potongan harga tersebut aku belum pernah memakainya karena aku belum sempat. Giliran sudah ingin dipakai, eh ternyata vouchernya sudah kadaluarsa.

Dengan menjadi Google Local Guide, kita dapat membantu teman-teman di luar sana untuk menentukan kemana mereka akan berkunjung pada saat akhir pekan, menentukan tempat mana yang menyediakan barang yang dibutuhkan, memberikan overview mengenai tempat yang akan mereka datangi, dan tentunya membantu para pengusaha/pebisnis untuk meningkatkan kualitas mereka dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Review yang aku tulis pun beberapa kali mendapatkan feedback positif dari empunya suatu layanan. Rasanya senang sekali apabila apa yang kita tulis dapat membantu orang-orang.

Untuk berkontribusi di Google Local Guide, kita tidak perlu melulu menulis review. Aku yakin tidak semua orang suka menulis haha... Untuk orang yang gemar fotografi, kalian dapat berkontribusi melalui unggahan foto hasil jepretan kalian. Atau kalau memang ingin lebih simpel, kalian juga dapat berkontribusi dengan menjawab pertanyaan atau hanya memberikan rating. Setiap orang pasti bisa menjadi Google Local Guide! Ayo, tunggu apa lagi? :)



Juli 28, 2019 No comments

Rasanya sangat kangen bepergian ke suatu tempat menggunakan pesawat. Akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk ke Lampung menggunakan pesawat guna menghadiri pernikahan Hanum. Awalnya aku berencana pergi ke Lampung menggunakan bus dari Bandung karena waktu itu aku belum punya pekerjaan tetap dan bus adalah pilihan yang baik karena harganya paling murah, hehe... Namun alhamdulilah, tiba-tiba ada diskon dari tiket.com sehingga aku bisa mendapatkan tiket pergi yang harganya tidak jauh beda dengan bus. Untuk perjalanan pulang aku tadinya tetap ingin menggunakan bus supaya bisa merasakan sensasi perjalanan yang berbeda. Kira-kira satu bulan sebelum berangkat aku mendapatkan kabar gembira bahwa aku mendapatkan pekerjaan di salah satu rumah sakit di kota Bandung dan mengharuskan aku untuk masuk pagi pada H+1 pernikahan Hanum. Mau tidak mau aku harus menggunakan pesawat supaya dapat sampai di Bandung pada malam hari sebelum bekerja. Agak sedih sesungguhnya karena tidak bisa agak berhemat, tapi tidaklah mengapa karena aku bisa bersama teman-teman lebih lama.

Aku berangkat dari Bandung pukul 02.30 menggunakan travel X-Trans yang memiliki pool di hotel DeBatara. Sebenarnya X-Trans ini memiliki pool di berbagai lokasi, namun khusus untuk keberangkatan ke Bandara Soekarno Hatta hanya dapat dianiki dari pool DeBatara saja. Untuk tiket, aku booking online melalui aplikasi Xtrans. Kebetulan sedang ada diskon 10rb rupiah hahaa.. tidak besar memang tapi ya lumayan saja lah untuk naik ojek. Untuk pembayarannya aku memilih menggunakan OVO supaya mendapatkan cashback.

Setelah check in di pool Xtrans, aku menunggu nama dipanggil untuk masuk ke dalam kendaraan. Sebelumnya aku bertanya pada petugas apakah nantinya akan singgah di rest area untuk melakukan shalat subuh. Sayangnya petugasnya bilang mereka tidak akan singgah karena mereka mengejar ketepatan waktu. Perjalanan pagi itu berlangsung bebas hambatan dan aku sampai di Bandara Soekarno Hatta pada pukul 05.12. Tadinya aku pikir akan macet sehingga aku shalat di dalam travel. Aku tertidur pulas di dalam travel sehingga ketika bangun aku tayamum terlebih dahulu. Tepat setelah aku beres shalat, eh travelnya ternyata berhenti di sebuah pemberhentian (aku lupa apa namanya) yang dekat dengan tempat masuk bandara untuk shalat subuh. Haha.. tau gitu aku shalat bareng sopir.

Setelah sampai di terminal 2D, yang pertama kali aku cari adalah WC karena aku sudah kebelet ingin pipis. Sayangnya toilet yang ada di terminal keberangkatan 2D sedang direnovasi dan hanya menyisakan satu bilik saja. Saat itu antrian WC hanya 2 orang saja sih,,,,,tapi..... semuanya antri untuk buang air besar. Karena malas mencari-cari lagi toilet akhirnya aku tunggu saja. Agak lama memang tapi yaaaah sudahlah. Setelah aku beres pipis, eh ternyata ada yang antri lagi untuk buang air besar. Kok aku tahu? Karena setelah pipis aku dandan dulu, dan  saat dandan terdengarlah bebunyian “itu” wkwkwkkk...

Setelah beres urusan di WC, aku sarapan di Hoka-Hoka Bento dengan Suhe yang sebenarnya juga berangkat dari Bandung namun menggunakan bus Primajasa bareng Alifa. Aku juga tadinya ingin bareng mereka menggunakan bus Primajasa, tapi sayangnya pool bus Primajasa cukup jauh dari rumah. Kalau naik grab bisa Rp50.000,00 rupiah, malah lebih mahal ongkosnya.

Karena kebanyakan minum aku jadi ingin pipis lagi. AKu akhirnya kembali ke WC yang tadi. MasyaAllah, ternyata sedang ada 2 orang lagi yang mengantri untuk buang air besar. Tidak kuat menunggu lama, akhirnya aku pergi dari WC. Aku dan Suhe berencana check in terlebih dahulu, kemudian mencari WC. Hamdallah, WC di dalam lebih banyak biliknya dan tidak mengantri tentunya.

Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta digaung-gaungkan sebagai salah satu bagian bandara terbaik di dunia. Kebetulan kami belum pernah juga menginjakkan kaki di terminal 3. Karena penasaran, setelah check in aku dan Suhe pergi ke terminal 3. Kami menuju terminal 3 menggunakan skytrain atau kalayang. Kesan pertama saat menaiki skytrain ala Indonesia adalah “wow”. Wow banget Indonesia punya moda transportasi antar terminal bandara seperti ini. Kalau biasanya kita harus menggunakan shuttle dari satu bandara ke bandara lain, kini kita dapat menggunakan kalayang dengan waktu tempuh lebih cepat. Kalau boleh dibilang skytrain ini mirip dengan skytrain yang ada di bandara Incheon.
Kalayang Bandara Soekarno Hatta

Di terminal 3 kami bertemu dengan Alifa yang sedang menunggu waktu boarding sambil minum KOI. Alifa tidak berhenti tertawa membicarakan hal yang terjadi sesaat sebelum bus Primajasa yang ia tumpangi pergi. Alifa sempat hampir ketinggalan bus karena datang ke pool Primajasa dengan waktu pas-pasan.

Setelah berhaha-hihi, Alifa akhirnya masuk ke boarding gate. Aku dan Suhe pun akhirnya kembali ke terminal 2 untuk bersiap-siap boarding. Di tempat boarding aku bertemu dengan Ojan, Wawan, Adinna, dan baby Adam. Kami tidak terlalu banyak berbincag-bincang karena kami keburu dipanggil untuk masuk ke dalam pesawat.

Pesawat yang kami tumpangi terbang dengan mulus. Setelah mendarat, kami langsung menuju cafe Yo untuk bertemu Charles dan Chibi. Entah siapa yang memilih Cafe Yo, kami akhirnya menjadikannya basecamp untuk menunggu teman-teman yang lain. Aku memesan es cappuchino dengan harga Rp45.000,00 yang ternyata rasanaya biasa-biasa saja. Aku agak nyesek mengeluarkan uang dari dalam dompet karena dengan harga segitu harusnya aku bisa mendapatkan kopi starbuck dengan menambahkan beberapa rupiah saja.

Setelah Alifa dan Bunga datang, kami langsung melesat menuju ke Bandar Lampung untuk check in hotel. Kami memilih Hotel Capital O atas saran dari Hanum supaya kami bisa lebih dekat ke pusat kota dan dapat jalan-jalan ke pantai. Hotelnya cukup nyaman meskipun AC nya menurutku kurang begitu dingin. Hotel ini berada di dalam Kuraya Residence sehingga awalnya kami agak kebingungan mencari hotelnya.

Setelah mandi dan dandan, kami pergi ke rumah makan untuk makan siang. Aku lupa nama tempat makannya, kalau tidak salah Rumah Makan Pindang Meranjat Riu. Makanan di sini alhamdulillah enak-enak terutama pindangnya. Ya tentu saja dari nama restorannya saja sudah ada kata “Pindang”. Untuk ikannya sendiri kami menghabiskan kurang lebih 2,5 kg ikan pindang. Aku dan Chibi yang doyan memakan ikan sampai sisa tulangnya saja langsungmelahap semua bagian ikan karena kami tidak suka makanan mubadzir dan teman-teman lain tidak mau lagi memakannya. Namun karena aku dan Chibi juga kekenyangan akhirnya sisa ikannya kami hibahkan pada kucing yang mengeong-ngeong minta jatah. Harga makanan dan minuman di sini memang agak mahal menurutku, namun dengan cita rasa yang enak harga mahal tidaklah mengapa. Toh di Bandung tidak ada yang seperti ini. Oh iya, di samping ikan pindang, makanan favoritku adalah tumis bunga pepaya. Rasa bunga pepaya cukup unik menurutku apalagi dikombinasikan dengan ikan teri dan sambal pedas.. wah edan banget lah rasanya.
Sebelum makanan datang. (diambil dari kamera Aryo CB)

Setelah perut kenyang, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Dewi Mandapa. Kami memilih pantai ini karena pantai ini adalah salah satu pantai yang tidak ada biaya masuknya haha. Untuk mencapainya kami harus melewati jalanan yang cukup kecil dan jelek yang di samping kanan dan kirinya ada banyak semak belukar. Aku sempat suudzon kami akan diculik oleh supir yang mengantar karena jalanan yang dilalui sungguh tidak biasa. Alhamdulillah setelah sekitar 1 jam perjalanan kami sampai di pantai yang dimaksud. Pantainya cukup sepi karena kebetulan kami datang sesaat setelah hujan reda. Karena matahari sudah akan terbenam, kami memanfaatkan momen yang tersisa untuk berfoto.





Sebelum matahari benar-benar tenggelam, kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan karena jalanan yang dilalui untuk mencapai jalanan utama cukup sulit dan pastinya tidak ada penerangan lampu. Kami melanjutkan perjalanan ke Toko oleh-oleh Aneka Sari Rasa di Telukbetung. Aku membeli beberapa bungkus keripik pisang kepok dan kopi Lampung. Keripik pisang kepok khas Lampung ini adalah keripik yang paling dicari apabila kita jalan-jalan di Lampung. Rasa yang paling favorit dan paling banyak dibeli adalah rasa coklat. Meski begitu aku tetap suka rasa yang lain seperti rasa susu dan rasa balado. Kopi khas Lampung yang aku rekomendasikan adalah dari El’s. Kopi ini dijual baik di toko oleh-oleh maupun di kafe El’s nya sendiri. Rasa kopinya cukup gurih namun tidak sampai membuat jantung berdebar-debar hebat seperti kopi Gayo. Oh iya, apabila kita ingin langsung mengirim oleh-oleh yang kita beli ke sanak saudara, disini juga sedia jasa bungkus dan kirim. Untuk biaya bungkus terhitung gratis apabila kita belanja dengan total lebih dari Rp150.000,00. Untuk ongkos kirim disesuaikan dengan lokasi kirim yang dituju.

Sebelum pulang ke hotel, Bunga tiba-tiba ingin makan durian yang ia lihat di sebelah toko oleh-oleh. Akhirnya kami menemani Bunga makan durian dulu. Aku sempat menyicipi durian yang Bunga beli. Sayangnya perutku sedang tidak bersahabat sehingga aku tiba-tiba mual dan nyeri perut.


Keesokan harinya, kami melesat ke rumah Hanum di Metro menggunakan grab. Harganya memang cukup fantastis, mencapai Rp200.000,00 lebih dikit. Namun karena satu mobil isinya sekitar 5 orang, maka jadinya terhitung muah. Sesampainya di rumah Hanum kami disambut oleh keluarganya Hanum. Kami diberi berbagai macam kue dan makanan berat. Aku yang lapar langsung makan nasi, ikan, dan tempe. Tidak lupa pula berbagai suguhan kue turut serta masuk ke dalam mulut. Setelah kenyang beramah-tamah di rumahnya Hanum, kami langsung menuju Hotel Grand Sekuntum Metro untuk menaruh koper dan bersiap-siap untuk acara bridal shower.

Acara bridal shower diadakan di Cafe Dapur Putih Metro. Kami memilih Dapur Putih karena tempat ini merupakan salah satu tempat paling hits di Metro dan interiornya sangat lucu. Aku dan teman-teman datang sebelum magrib karena kami hendak mendekor terlebih dahulu. Alhamdulillah semua orang turut serta dalam dekor mendekor dan selesai sebelum Hanum datang. Acara bridal shower kali ini kami buat seminimalis mungkin dan tidak mempermalukan calon pengantin. Tidak ada acara cemong-cemongan. Acara ini tujuannya hanya sebagai merekatkan silaturahim dan tertawa bersama sebelum Hanum menjadi istri orang. Aku menyiapkan game kecil berjudul “Find the Guest” dimana Hanum harus menebak fun fact yangtertulis di kertas kocokan tentang teman-temannya. Apabila Hanum berhasil menebak maka akan mendapatkan poin yang nantinya dapat ditukar dengan hadiah. Sebenarnya dapat atau tidak dapat poin pun Hanum akan tetap membawa pulang hadiahnya. Acara yang tadinya diperkirakan selesai pukul 20.00 ternyata malah extend sampai pukul 21.00. But it’s Ok, because it worth the time...


Keesokan harinya, satu kamar bangun kesiangan. Aku yang berniat bangun jam 3 subuh untuk mandi duluan malah bangun jam 5. Tapi ternyata waktunya cukup untuk aku, Alifa, dan Bunga bersiap-siap sebelum jam 07.30. Pagi itu semua perempuan cantik-cantik dengan balutan makeup di mukanya. Kami langsung melesat ke rumah Hanum lagi karena acara akad dan resepsi diadakan di rumah Hanum. Pada hari itu Hanum terlihat sangat cantik sekali dengan baju putih dihiasi manik-manik. Senyumnya merekah lebar tanpa basa-basi. Namun ada segurat rasa tegang tergambar di wajahnya.
Fotonya agak blur, tapi lumayan lah ya..
Diambil oleh Aryo CB

Karena pesawat kami berangkat jam 17.45, dan jarak Metro ke Bandara Inten cukup jauh, kami berangkat ke Bandara pukul 15.30 dari Metro diantar oleh saudaranya Hanum. Sesampainya di Bandara, kami check in terlebih dahulu dan kemudian ngopi-ngopi cantik di El’s cafe sambil menunggu waktu boarding. Tempatnya sangat nyaman seperti cafe Starbuck namun dengan harga yang lebih murah tentunya. Kalau menurut pendapatku, kopi El’s ini lebih nikmat dan gurih dibanding Starbuck. Tepat 30 menit sebelum boarding, kami masuk lagi ke bandara dan bersiap pulang.
Nice coffee in town!!

Perjalanan kali ini menurutku terlalu singkat karena kami menghabiskan waktu cukup lama di perjalanan. Aku bersyukur bisa bertemu teman-teman kuliah setelah kurang lebih 1 tahun tidak bertemu. Setidaknya hal tersebut bisa mengisi kehampaan hatiku dan aku merasa hidup. Aku tidak merasa sendirian dan aku memliki teman nyata yang dapat diajak tertawa bersama. Senang rasanya bertemu teman-teman dengan berbagai cerita menarik mereka. Ada yang sedang magang di departemen neurologi, magang di kardiologi, mempersiapkan S2 ke Swedia, dan ada yang sedang giat mencari uang ntuk biaya pernikahan.


Semoga kita semua dapat berumpa agi dalam waktu dekat ya.. aaamiiiiin.

Juli 21, 2019 No comments

Aku jarang sekali pergi ke Jakarta. Kalaupun ke Jakarta pastilah tempat yang dikunjungi adalah  Dufan. Kali ini aku dan Fika berkunjung ke tempat wisata di medan merdeka. Sekitaran Monas saja.. Tadinya aku ingin menambahkan Kota Tua juga pada itenerary tapi sayangnya waktu tidak memungkinkan. Di kunjungan kali ini aku dan Fika megunjungi Museum Nasional, Perpustakaan Nasional, dan Galeri Nasional.

Waktu itu jam menunjukan pukul 08.15 pagi. Aku dan Fika sampai di stasin Gambir disambut oleh langit Jakara yang kurang bersahabat karena hujan. Kami sarapan terlebih dahulu di stasiun Gambir sembari  menunggu hujan reda. Sayangnya hujan malah turun semakin deras. Jam menunjukkan angka 09.30 dan kami tidak mau menyia-nyiakan waktu kami selama di Jakarta hanya karena hujan. Akhirnya kami berani menerjang hujan (pake Grabcar wkwk) menuju ke Museum Nasional. Museum Nasional Indonesia terletak di Jalan Medan Merdeka Barat nomor 12 Jakarta Pusat. Tempat ini buka setiap hari kecuali hari Senin dan hari libur nasional dari pukul 08.30 hingga pukul 16.00. Tiket masuknya cukup murah menurutku, karena maksimal kita hanya merogoh uang sebesar Rp10.000,00 saja (harga turis). Aku sendiri hanya mengeluarkan uang sebesar Rp5.000,00 saja. Setelah membeli tiket, aku dan Fika diharuskan menitipkan tas karena tas kami adalah tas gandong. Kalau kalian mau ke Museum ini, aku sarankan sih pakai tas selempang aja supaya ga usah ribet dititipin.

Kala itu museum cukup ramai oleh rombongan keluarga yang sungguh riweuh bin paciweuh karena mereka sibuk mengambil foto sampai mengganggu pengunjung lain. Tak jarang beberapa pengunjung (termasuk turis internasional) terlihat mencibir mereka. Sebisa mungkin kami menjauh dari kerumunan keluarga tersebut. Eksplorasi dimulai dari lantai 1 yang isinya berupa arca, relief, benda-benda peninggalan masa kejayaan Hindu dan Buddha, lukisan manusia berbagai macam suku di Indonesia, rumah adat, dan masih banyak lagi. Untuk arca, beberapa ada yang masih dalam proses perawatan sehingga dibungkus menggunakan plastik. Ada juga arca yang tidak ada pada tempatnya karena dalam proses pembersihan. Di bagian tengah gedung terdapat taman arca yang berisi arca Nandi yang dikelilingi oleh arca-arca lainnya. Sebenarnya aku ingin melihat lebih dekat namun sayangnya lagi hujan.. di pinggir-pinggir taman ada banyak arca dan relief para dewa dan juga ada peralatan jaman dahulu seperti lingga dan yoni. 
Selesai melihat arca-arca, aku dan Fika bergegas ke daerah lobby kaca untuk melihat peta Indonesia dan lukisan manusia dari berbagai suku di Indonesia. Kami tidak terlalu lama di sini karena kami cukup terganggu dengan adanya rombongan keluarga yang sangat ribut. Lanjut, kami ke ruang (aku lupa namanya apa) yang pasti ada banyak artefak-artefak manusia purba dan juga informasi yang berkaitan dengan kehidupannya. Ada juga ruangan prasejarah yang isinya barang-barang peninggalan prasejarah. Di lantai satu terdapat ruangan etmologi namun pada saat aku berkunjung ruangannya sedang ditutup, entahlah karena apa, sepertinya sedang pemeliharaan.
Lanjut ke lantai 2, disini terdapat ruangan dengan tema “Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi”. Disini dipamerkan alat-alat yang membantu manusia dalam mencari nafkah seperti neraca raksasa, alat untuk mencari ikan, dan lain sebagainya. Dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi disini ditampilkan berbagai macam alat baca dan tulis jaman dahulu kala, mulai dari menulis di batu, menulis di daun, kayu, dan masih banyak lagi. Sistem navigasi pun ditampilkan di sini dan dijelaskan secara detail melalui tulisan yang ada di samping barang yang dipamerkan.
Setelah puas berkeliling di lantai 2, kami naik ke lantai 3 menggunakan eskalator. Sebenarnya bisa sih menggunakan lift, namun waktu itu museum semakin ramai dan orang-orang memilih menggunakan lift. Untuk menggunakan lift kami harus mengantri lebih lama. Males berlama-lama akhirnya kami kami naik eskalator saja. Oh iya perlu diketahui bahwa eskalator di museum ini sangat cepat seperti eskalator-eskalator di Singapura. Hati-hati terjatuh ya!! Untuk eskalator naik sih masih oke tapi untuk eskalator turun aku agak deg-degan takut jatoh hehe... Di lantai 3 ini tersimpan koleksi peralatan sehari-hari seperti kursi, meja, perhiasan, pakaian sehari-hari, dan perabot-perabot lainnya.
Setelah puas menjelajah lantai 3, tiba saatnya kami menjelajah lantai 4. Untuk lantai 4 ini agak spesial karena kami tidak diperkenankan mengambil gambar. Satu-satunya tempat yang boleh diambil gambarnya hanyalah pada lobby yang dindingnya dihiasi banyak foto hitam putih yang menggambarkan kehidupan dan potret masa lampau. Lantai 4 ini menyimpan koleksi emas dan keramik. Fika bilang, selain karena masalah keamanan, alasan tidak diperbolehkannya kita mengambil foto adalah karena cahaya flash dari kamera dapat merusak partikel-partikel halus pada benda koleksi yang dipamerkan.
Sebelum kami meninggalkan museum, kami menyempatkan diri untuk shalat di area basement. Mushalanya menurutku cukup enak dan adem meski letaknya ada di area basement. Mukena yang disediakan juga bersih dan layak pakai. Biasanya kalau di Bandung mushala (apalagi yang letaknya di basement) jauh dari kata layak. Udah mah tempatnya kecil, mukenanya juga bau. Nah beda dengan mushala yang ada di Museum Indonesia ini. Terimakasih ya Museum Indonesia untuk tidak melupakan kenyamanan mushala.

Setelah puas menjelajah setiap sudut museum, kami lapar sekali hehe. Kami memutuskan untuk makan di Perpustakaan nasional sembari menghemat waktu karea saat itu jam menunjukkan pukul 14.00. Kami ke Perpustakaan Nasional jalan kaki mengitari Monas. Tadinya kami mau naik grab saja, tapi dipikir-pikir kapan lagi menikmati jalanan Jakarta sambil jalan kaki. Tak butuh waktu lama kami akhirnya sampai di Perpustakaan Nasional. Begitu masuk ke gedung depan, wow.....seperti bukan perpustakaan! Iyap... ini sih lebih ke arah museum karena di sini terpajang banyak koleksi-koleksi foto, benda-benda unuk menulis, meja, kursi, sepeda, dan beberapa layar interaktif yang menceritakan sejarah perpustakaan. Di gedung ini tidak ditampilkan kolekesi buku yang bertumpuk seperti perpustakaan pada umumnya.
Karena jam berkunjung hanya tinggal sebentar lagi, kami langsung ke gedung besar dan tinggi yang berada di belakang gedung pertama. Salah satu tujuan kami ke Perpustakaan ini adalah mencetak kartu anggota perpustakaan kami. Selama ini kami hanya memiliki nomor keanggotaan digital saja. Oh iya kabarnya di lantai 24 ada rooftop yang wajib banget buat dikunjungi namun karena perpustakaan sudah mau tutup kami tidak jadi ke lantai 24. Boro-boro ke lantai 24, kami Cuma bisa jelajah hingga lantai 4 juga. Kami ke lantai 4 pun itu karena lapar. Berbicara soal lapar, perpustakaan nasional memiliki kafetaria yang menjual makanan murah namun enak!! Kafetarianya cukup besar dan bersih dengan cat berwarna putih, meja kayu, dan sofa berwarna biru-jingga. Aku dan Fika memesan paket nasi yang harganya 13 ribu rupiah saja. Untuk teman nasinya kita boleh memilih sendiri naun maksimal 3 jenis. Aku memilih nasi, telor balado, dan terong balado, dan tahu bumbu merah. Untuk air minum disediakan air mineral secara gratis dan kita bisa refill semau kita sepuasnya.
Jam menunjukkan puul 16.00 yang artinya perpustakaan sudah mau tutup. Sudah ada pemberitahuan melalui speaker yang intinya agar kita cepat keluar dari area perpustakaan.. huhu sedihnya.... tapi ya bagaimana lagi. Mungkin lain kali aku harus jadwalkan eksplorasi Perpustakaan Nasional dari pagi hari agar semua lantai dapat terjelajahi. Perjalanan dilanjutkan ke Galeri Nasional Indonesia. Sayangnya kami ke sana di waktu yang kurang tetap karena beberapa bagian galer sudah tutup sehingga kami hanya dapat mengunjungi pameran temporernya saja. Meski begitu, aku dan Fika butuh kurang lebih 2 jam untuk mengeksplorasi semua sisi pameran hingga kaki kami rasanya mau copot larena tiak ada tempat duduk di museum. Sekalinya posisi jongkok eh ditegur sama mbak-mbak yang bertugas.
Tiga tempat yang aku ceritakan di atas memang seharusnya tidak dikunjungi berbarengan dalam satu hari karena satu tempat saja bisa menghabiskan waktu lebih dari 4 jam (jika kita benar-benar eksplore setiap sudutnya). Akan lebih baik jika kita datang pada saat awal museum buka sehingga kita bebas eksplorasi tanpa ada gangguan dari pengunjung lain dan tentunya tidak perlu antri apabila kita mau berfoto, hehe... Wisata di Jakarta ternyata cukup asyik dan melampaui ekspektasiku. Oh iya dan tentunya membuka mataku bahwa tempat wisata Jakarta bukan hanya Dufan.  Heeheeee... Sekian cerita dariku.. mohon maaf apabila banyak kesalahan dan tidak dapat bercerita secara detail karena waktu kunjungan yang singkat. Mudah-mudahan aku diberi kesempatan untuk bisa lebih mengeksplor Perpustakaan Nasional dan Galeri Nasional. Aamiiiiiiin... Have a nice long weekend everyone :)

April 20, 2019 No comments

Dokter mana yang tidak tahu jargon “I clear, you clear, everybody clear”? aku yakin hampir semua dokter tahu jargon ini. Bahkan orang awam pun sebagian besar pasti sudah tahu jargon ini baik melalui kehidupan nyata atau drama korea yang suka ditayangkan melalui jaringan internet atau bahkan televisi. Yassss, jargon tersebut biasanya diucapkan apabila kita akan memberikan kejut listrik pada pasien henti jantung. Semua orang dapat memberikan terapi henti jantung termasuk orang awam karena kini Automated External Defibrilator (AED) sudah tersedia di ruang publik. Penggunaannya pun cukup mudah karena yang harus kita lakukan hanyalah mengikuti perintah dari AED ini. Lain halnya apabila kejadian henti jantung ini terjadi di rumah sakit. Alat yang digunakan akan lebih canggih dan lebih ribet disertai dengan terapi tambahan lain berupa obat-obatan dan alat bantu napas paten/ endotracheal tube (ETT). Dokter harus menguasai ilmu ini sebagai penanganan awal sebelum dikonsulkan ke konsulen atau dokter spesialis yang bertanggung jawab.

Apabila kamu seorang dokter yang mau mencari lowongan pekerjaan, cobalah lihat persyaratan melamarnya, hampir setiap persyaratannya harus mencantumkan sertifikat ACLS (Advance Cardicac Life Support) selain STR (Surat Tanda Registrasi). Sebenarnya materi ACLS sebagian besar sudah diajarkan pada saat kita masih di bangku kuliah (atau profesi). Namun, belum semua universitas memberikannya atau memberikan tapi cuma selewat selewat saja. Itulah mengapa seorang dokter harus memiliki sertifikat ACLS yang didapatkan setelah ia menjalani pelatihan selama 3 hari.
Kenapa aku mengambil kursus ACLS? Ya jawabannya karena aku butuh wkwk..... Aku sempat bertanya pada seniorku mengenai waktu yang tepat mengikuti ACLS. Dari beberapa yang aku tanyai, rata-rata menjawab lebih baik ikut pelatihan ACLS setelah menyelesaikan program internship dan setelah mendapatkan STR definitif. Alasannya adalah supaya pada saat setelah internship, masa berlaku sertifikat ACLS kita bisa lebih panjang. Alasan lainnya adalah supaya kita sudah tahu medan perang. Misalnya, kita sudah belajar banyak ilmu selama sarjana kedokteran, tapi pada saat koass tetap saja kita lupa-lupa ingat apa yang telah kita pelajari. Selama menghadapi pasien kita didampingi oleh residen dan konsulen sebagai tempat bertanya dan diskusi. Lalu kita akan sangat ingat lagi apabila kasus tersebut dibahas secara mendalam pada sesi case report. Pada sesi case report tersebut kita akan mempelajari apa yang seharusnya dilakukan sesuai guideline dan kenyataan yang telah dilakukan di lapangan. Sama halnya dengan ACLS, kita dihadapkan terlebih dahulu pada medan perang (dalam hal ini adalah program internship, dimana apabila selama di lapangan kita tidak tahu kita bertanya pada DPJP atau dokter senior), lalu kemudian kita bahas semua materinya saat ACLS (baik sesuai guideline dan sesuai kenyataan di lapangan).

Aku mengambil pelatihan ACLS di Universitas Padjadjaran (Unpad) supaya dekat dengan rumah sehingga aku tidak perlu mengeluarkan uang berlebih untuk akomodasi, makan, dan ongkos yang mahal. Dengan uang sebesar Rp3.250.000,00. aku mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan ACLS 12-14 April 2019. Dengan harga tersebut aku mendapatkan 1 buku BCLS, satu buku ACLS, makan siang selama 3 hari, snack sehari 2 kali selama 3 hari, workshop kit, dan tentunya materi pelatihan dari para konsulen.

Buku baru bisa kita ambil H-2 minggu pelatihan di kantor PADMA yang terletak di Jln Sejahtera no 25 Sukajadi, Pasteur Bandung. Waktu pengambilan hanya bisa dilakukan pada jam kerja, yakni Senin sampai Jumat pukul 08.00 – 15.00. Untuk pengambilannya boleh diambil sendiri atau diambilkan orang lain, bahkan via gosend atau grabexpress pun tidak masalah (tapi harus dari pihak kita yang pesan ya.....). Aku sendiri minta diambilkan oleh adik karena aku sedang jaga klinik.
Setelah mendapatkan buku, kita harus belajar yang giat weheheheeee.... eh tapi serius deh karena kita harus mengisi lembar pretest berwarna hijau dan biru yang diselipkan pada paket buku. Aku sendiri lebih suka menyebutnya sebagai PR dibandingkan pretest karena pretest sesungguhnya akan ada lagi pada hari pertama.

HARI PERTAMA
Pelatihan hari pertama dimulai pukul 07.30. Namun aku tidak lihat jadwal jadi datangnya kepagian.. Aku sudah di lokasi pukul 06.00 heheeee.... Jadi aku pakai waktu yang ada untuk sarapan terlebih dahulu. Di sekitar gedung Eijkman ada banyak sekali makanan. Aku lebih suka jajan sarapan di komplek indomaret karena banyak sekali pilihan. Ada bubur, nasi kuning, donat Dydy yang sangat melegenda, dan  tentunya onigiri indomaret yang juga melegenda. Pada pagi itu aku memutuskan untuk sarapan donat Dydy dan kopi sembari napak tilas makanan-makanan yang biasa aku beli pada jaman koass.

Pada hari pertama kita diminta mengumpulkan ijazah, foto berlatar belakang merah ukuran 4 x 6 sebanyak 4 buah, dan fotokopi ijazah dokter. Tepat jam 07.30 kami disuguhkan soal-soal pretest yang sesungguhnya. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk slide dan setiap soal harus bisa dijawab dalam waktu 20 detik saja. Awalnya aku hanya bisa ngahuleng sembari bingung karena waktu berjalan terlalu cepat, tapi lama-kelamaan akan jadi biasa karena katanya alasan soal-soal itu harus dijawab dalam waktu 20 detik adalah supaya kita bisa terlatih untuk membuat keputusan klinis yang tepat dalam waktu singkat. Setelah pretest kami diberikan materi singkat mengenai BCLS. Kurang lebih materinya sama meperti yang ada di dalam buku jadi sebenernya lebih ke arah mereview materi saja sih.. Toh hampir satu buku dibahas cuma sekitar 2 jam kayanya.. Setelah pretest dan materi awal BCLS, kami dipersilahkanuntuk menyantap snack atau pergi ke toilet selama 15 menit. Sanck yang disajikan menurutku lebih cocok disebut sebagai sarapan karena panitia memberikan kami bubur kacang hijau dan bubur ketan hitam wkwk.. Mas Wira (panitia ACLS) bilang kita harus mengisi energi yang adekuat karena materi selanjutnya adalah BCLS. Ternyata Mas Wira ini benar.... materi BCLS memang butuh energi yang luar biasa karena kita dilatih untuk melakukan RJP yang baik dan benar. Satu orang peserta melakukan kurang lebih 10 siklus jika ditotal (kalau aku ga salah ingat). Apabila konsulen melihat kita salah melakukan RJP maka kita disuruh mengulangi lagi sampai benar. Oh iya, untuk skill ini kita diberi alat ventilasi gratis yang mungkin saja bisa kita pakai untuk menolong orang di jalan tanpa harus melakukan ventilasi mouth-to-mouth. Selain berlatih RJP, peserta juga dilatih bagaimana cara menolong orang yang keselek baik itu bayi, anak, atau dewasa. Untuk bayi dan anak alat yang dipakai adalah manekin. Untuk dewasa alat yang dipakai adalah teman kita sendiri. Jadi pilihlah partner dengan ukuran tubuh yang mirip baik dari sisi berat badan dan tinggi badan supaya kita tidak kesulitan.



Setelah lelah ber-RJP ria, peserta dipersilahkan makan siang dan shalat. Setelah itu materi dilanjutkan dengan tema defibrilasi, kardioversi, dan pacu jantung. Setiap orang dipersilahkan untuk mencoba mengoperasikan alat. Oh iya disini ada RJP lagi.. Jujur aku gak lelah tapi jari tangan sakiiiit banget... soalnya manekin yang dipakai sangat keras. Aku lebih suka RJP di manusia beneran dibanding manekin karena manusia memiliki lapisan otot yang membalut tulang sehingga tidak membuat tangan biru-biru.
Setelah semua orang berhasil mengoperasikan alat, kami mendapatkan materi mengenai penggunaan alat bantu napas. Materi berupa lecture disampaikan hanya sekitar satu jam saja, lalu lanjut belajar cara menggunakan alat  yang cuma sebentar aja. Satu orang hanya kebagian sekitar 5 menit. Lalu tidak berselang lama eh udah ujian aja... iya  ujian... ujian cara memasang endotracheal tube.. Tapi alhamdulillah lancar sih... Kalau teman sejawat yang baca postinganku pernah memasang ETT pada manusia sungguhan, percayalah pada pelatihan ini akan jauh lebih mudah karena kepala manekinnya ringan bangeeet.

HARI KEDUA
Hari kedua ini diisi oleh materi henti jantung, bradikardia, takikardia, sindroma koroner akut, dan latihan membaca EKG hingga pukul 12.00. Aku sarankan untuk fokus fokus fokus!!! Kalau ada yang gak dimengerti silahkan ditanyakan kepada pemberi materi. Ternyata ada banyak sekali (ga banyak banyak amat deng) hal-hal yang harus kita ketahui tapi tidak ada di buku. Semua dikupas pada saat lecture. Hal ini juga demi kelancaran ujian megacode.

Setelah banyaknya materi yang diterima, peserta dibagi menjadi 6 kelompok ujian megacode. Satu kelompok berisi 5-6 orang. Selain diumumkan kelompok kita juga sudah tahu siapa pelatih megacode kita dan penguji megacode kita. Satu penguji akan menguji 2 kelompok. Pelatih megacode sudah dapat dipastikan sama dengan penguju megacode. Tapi gak tahu ya kalau tiba-tiba pengujinya digantikan... tapi setahuku itu belum pernah terjadi.
Aku mendapat konsulen yang menurutku sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat baik. Hal itu terlihat dari cara beliau memberikan lecture. Beliau benar-benar membuat peserta sangat mengerti dan mantap (tapi tetep aja lupa mah sifat manusia ya.... ada aja yang aku lupa-lupa). Aku tiba-tiba merasa tenang mendapatkan penguji beliau.

Sambil menunggu jam menunjukkan pukul 13.00, kami makan siang. Lagi-lagi Mas Wira menyuruh kami makan dengan porsi banyak sebelum menjalani “penyiksaan”. Dan ternyata benar saja... kami “disiksa” pada saat latihan megacode. Semua hasil belajar kami disatukan semua dalam bentuk kasus pasien yang mengalami berbagai macam masalah tiada henti. Mulanya pasien henti jantung, lalu pasien berhasil kembali ke keadaan ROSC namun bradikradia, lalu ketika bradikardianya berhasil ditangani pasien tiba-tiba mengalami ACS, lalu tiba-tiba edema paru, dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.... dokter pelatih megacode yang kami kira baik ternyata tidak sepenuhnya baik. Selama pelatihan dia sering sekali teriak-teriak, menghentakkan kaki, dan sesekali menggebrak meja apabila kami salah. SEREM COYYY.... Saranku apabila ada yang mau mengambil kursus ACLS, kalian harus hapal mati semua algoritma pelatihan termasuk dosis obat, cara administrasi obat, indikasi, dan kontraindikasi sehingga pada saat latihan konsulen tidak terlalu garang.. Oh iya jangan lupa catat kasusnya karena bisa saja kasus yang diujikan akan sama dengan latihan.



Oh iya pada megacode ini kami satu kelompok adalah tim codeblue ceritanya. Jadi ada yang menjadi kapten, ada yang bertugas kompresi dada, ada yang bertugas memberikan ventilasi, ada yang bertugas memberikan obat, dan ada yang bertugas sebagai sekretaris. Semua orang mendapatkan kesempatan menjadi kapten karena pada saat jadi kapten lah kita sebenarnya diuji. Teman-teman lain yang tidak jadi kapten akan menjalankan tugas sesuai perintah kita. Oh iya untuk peran kita tidak bisa memilih ya... semua orang pasti akan kebagian menjadi kapten

HARI KETIGA
Yaaas akhirnya hari terakhir tiba juga.. hari terakhir dari pelatihan ACLS ini. Sebelum menjalani megacode kami dipersilhahkan mengisi post test ACLS. Soal-soalnya ditampilkan dalam bentuk slide dan satu soal hanya dapat dkerjakan dalam waktu 20 detik saja. Setelah selesai, kami langsung menjalani megacode. Alhamdulillah tidak setegang kemarin, megacode berjalan lancar meski ada lupa lupa sedikit. Teman-teman satu timku sangat baik sehingga apabila aku lupa banyak yang bisik-bisik mengingatkan. Namun sayangnya aku agak budeg dan sulit membaca bahasa bibir hiks.... but anyway makasih ya guys kalian sudah mencoba membantuku... Berbeda dengan kelompok yang diuji koleh konsulen lain, kelompokku sama sekali tidak diberitahu siapa saja yang lulus dan tidak lulus. Jengjengjengjeng......... waduh tegang parah dong..... Alhamdulillah dari kelompokku ternyata yang tidak lulus hanya satu orang dan bukan aku tentunya. Untuk peserta yang tidak lulus harus menjalani proses remedial untuk lulus.

Setelah remedial dan makan siang, kami dikumpulkan di ruangan utama untuk pembagian map. Semua orang baik yang lulus dan yang tidak lulus sudah pasti akan medapatkan map. Bedanya, untuk peserta yang lulus akan mendapatkan sertifikat di dalam map tersebut. Jadi, apakah ada yang akhirnya tidak lulus? Hmm.... itu aku tidak bisa jawab juga karena semua orang tidak ada yang membuka isi mapnya.

Acara ditutup dengan wejangan-wejangan dari para konsulen, permintaan maaf karena sempat galak, makan-makan, dan foto bersama tentunya... heheeee...



Apabila tidak lulus juga setelah remedial lantas apa yang harus dilakukan? Tentunya harus ikut ACLS lagi dong tapi tidak harus bayar full, cukup bayar Rp500.000,00 saja.
Semoga ceritaku yang panjang ini membantu teman-teman sejawat sekalian supaya lebih mengetahui bagaimana proses ACLS berlangsung. Semangaaaaat!!!!

April 17, 2019 No comments
Newer Posts
Older Posts

Hi, there!!!

VERA
25 years old doctor who write to keep memories alive. 
Read more >

recent posts

Blog Archive

  • ►  2022 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2020 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (2)
  • ▼  2019 (9)
    • ▼  Oktober (1)
      • Belanja di Bookdepository.com
    • ►  Agustus (1)
      • Massage - A Necessity, not a Luxury
    • ►  Juli (2)
      • Surprise dari Google Local Guide
      • Jadi Bride's Maid Sekalian Jalan-jalan di Lampung
    • ►  April (3)
      • Satu Hari di Medan Merdeka Jakarta
      • Pengalaman Ikut Pelatihan ACLS 2019
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2018 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (4)
  • ►  2017 (2)
    • ►  September (2)

Instagram

Popular Posts

  • Pengalaman Ikut Pelatihan ACLS 2019
    Dokter mana yang tidak tahu jargon “I clear, you clear, everybody clear”? aku yakin hampir semua dokter tahu jargon ini. Bahkan orang aw...
  • Satu Hari di Medan Merdeka Jakarta
    Aku jarang sekali pergi ke Jakarta. Kalaupun ke Jakarta pastilah tempat yang dikunjungi adalah   Dufan. Kali ini aku dan Fika berkunjung k...
  • Belum
    Direngkuhnya petang.. Bersama semilir adzan yang dipeluk angin.. Doanya menggelayut bersama air wudhu.. Satu harap yang berjalan sete...
  • Belanja di Bookdepository.com
    Berawal dari kesulitan mencari buku L’art de la Simplicite yang asli di shopee, aku mencari-cari online shop lain yang menyediakan buku y...
  • Short Escape to Anyer
    Beberapa hari yang lalu aku mendengar berita mengenai gelombang air laut tinggi yang menyapu pantai Anyer. Kaget? Tentu saja!! Tepat dua b...

Created with by ThemeXpose