#YogyakartaDay3

by - Mei 02, 2020

Hari ke-3 di Yogyakarta kami mulai dengan sarapan sego pecel di Malioboro. Dari ujung ke ujung jalan harganya sama semua dan murah banget tentunya. Tinggal pilih deh mau makan dimana. Nasi pecel yang aku pesan harganya cuma Rp10.000,00 tapi kalau mau tambah yang lain2 ya bayar lagi haha. Untuk tambahannya beragam ada yang hanya Rp1.000,00-Rp15.000,00. Lagi-lagi aku lupa untuk mengabadikan makanan yang aku makan karena aku lapaaar.

Kenyang sarapan, kami langsung menuju ke halte transjogja. Tujuan kami kali ini adalah Candi Prambanan. Awalnya kami hendak menyewa mobil untuk menuju ke Prambanan namun saat tau ada rute transjogja ke arah Prambanan dengan harga murah, kami memutuskan untuk naik transjogja saja. Dengan hanya Rp3.500,00., kami sudah bisa pergi ke Prambanan dari Malioboro. Transjogja adalah salah satu stranportasi yang nyaman menurutku. Kalau di Bandung sih mirip-mirip sama Trans Metro Bandung tapi versi lebih kecil dan jurusan yang lebih banyak. Oia harga Rp3.500,00 itu harga jauh dekat jadi mau naik atau turun dimanapun harganya segitu! Setelah sampai di halte Prambanan, kita harus jalan lagi untuk sampai ke pintu masuk Candi. Karena matahari Yogyakarta sangat aduhai panas akhirnya kami memutuskan naik Delman. Untuk sekali angkut kami hanya merogoh kocek Rp50.000,00 saja! Harga segitu untuk satu delman. Sebenernya bapak delmannya bersedia mengantar kami ke candi Plaosan dulu yang letaknya ada di pedesaan. Tapi keluargaku sudah tidak sabar melihat2 Candi Prambanan dan Candi Boko. Mungkin kalau lain kali main ke Yogyakarta lagi aku akan main ke candi Plaosan pakai delman hehe...

Sesampainya di pintu masuk Candi, kami langsung membeli tiket masuk Candi Prambanan dengan tiket terusan ke Keraton Ratu Boko. Menurutku cukup menguntungkan membeli tiket terusan karena jauh lebih murah dari segi harga dan juga disediakan angkutan khusus yang membawa kita dari dan ke Keraton Ratu Boko. Jika kita hanya mengunjungi Candi Prambanan atau Keraton Ratu Boko saja, kita dikenakan harga Rp50.000,00 untuk setiap tempat kunjungan. Akan tetapi apabila kita membeli tiket terusan, kita dikenakan  harga Rp75.000,00. Awalnya kami ingin mengunjungi Keraton Ratu Boko pada sore hari, namun petugas Candi mengatakan lebih baik mengunjungi Ratu Boko dulu di pagi hari, baru Prambanan dengan alasan Keraton Ratu Boko sangat ramai di sore hari dan shuttle bus gratis yang disediakan akan berhenti beroperasi pada pukul 14.30. Ya sah-sah saja sih kalau mau ke Keraton Ratu Boko sore hari cuma nanti pasti bingung cara pulangnya gimana ahahhaa. Setelah menimang keuntungan dan kerugian dalam musyawarah seadanya, aku dan keluarga memutuskan untuk mengunjungi Keraton Ratu Boko terlebih dahulu.

Menurut tour guide yang sedang memandu wisatawan lain, keraton Ratu Boko ini adalah tempat tinggal ayahnya Loro Jonggang yang bernama Ratu Boko. Meskipun ada embel-embel “Ratu” namun tetap saja yang dimaksud adalah laki-laki. Dari parkiran kita harus berjalan menanjak sekitar 100 m. Wadidaw cangkeul beb ieu suku... tapi alhamdulillah cuaca Yogyakarta pada pagi itu cukup bersahabat sehingga kami sangat minimal mengeluarkan keringat. Sebelum masuk ke pintu gerbang keraton, terdapat lapangan luas yang bisa dipakai untuk bermain hulahup, enggrang, dan permainan tradisional lainnya. Di sisi-sisi lapang terdapat banyak penjual makanan, toilet, dan mushola. Bapak yang merasa terlalu tua untuk menjelajahi candi lebih memilih ngaso menikmati kopi di salah satu kedai makanan. Oh iya, tidak usah takut kantong jebol kalau jajan di sini soalnya dijamin masih murah.. berbagai minuman dingin sachetan dijual dengan harga Rp5.000,00. Untuk makanan harganya dimulai dari Rp10.000,00 saja. Namun untuk minuman kemasan seperti pocarisweat, teh pucuk, dan lainnya dijual dengan penambahan harga Rp2.000,00-Rp3.000,00 dari harga normal. Yaa masih okelah ya...

Pintu gerbang Keraton Ratu Boko memang salah satu tempat unik untuk berfoto. Hamdallah kami mengikuti saran dari petugas candi sehingga kami bisa berfoto dengan bebas.Kalaupun harus antri  tidak terlalu berarti karena hanya 1-2 orang saja. Lanjut kami menuju situs lainnya di Keraton Ratu Boko yaitu Candi pembakaran, yakni berupa candi kecil yang tengahnya terdapat sumur suci. Candi ini biasanya dipakai untuk membakar jenazah. Kemudian ada area pelataran yang (kayanya) masih dalam tahap pemugaran. Ke sebelah belakang kami disuguhkan pendopo yang lumayan luas, berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Tidak jauh dari itu ada kolam pemandian yang indah tapi entah kenapa menurutku agak seram untuk dijelajahi (padahal mah takut kecebur). Sebenarnya kaki sudah lelah namun rasa penasaran terus menggelayut tatkala kami melihat ada rombongan keluarga yang katanya akan menjelajah goa Lanang dan goa Wadon. Dalam pikiranku goa itu adalah sebuah terowongan atau batu dengan cekungan besar tempat orang bersembunyi atau berlindung. Namun kenyataannya goa yang dimaksud adalah berupa cekungan batu kecil yang hanya mampu menampung 2-3 orang untuk berlindung dari hujan. Goanya terbuka, dan gak bisa digunakan untuk orang bersembunyi.

Lelah menjelajah candi, aku dan keluarga ngaso di sebuah kedai yang menyajikan minuman dingin dan makanan-makanan. Aku memesan kopi goodday dingin dan meminumnya diiringi semilir angin sepoy-sepoy. Adik aku yang hiperaktif mencoba permainan tradisional yang ada di depan kedai tersebut. Dengan biaya seikhlasnya (dimasukkan ke dalam kotak, kaya kotak amal di masjid) kami akhirnya bermain enggrang dan holahop bambu. Untuk holahop sih gampang banget, tapi untuk engang ya Allah susahnya minta ampun. Hanya mamah yang berhasil main enggang karena konon mamah saat remaja dulu pernah menjuarai lomba enggrang di acara tujuhbelasan.

Saat adzan dzuhur berkumandang kami langsung melesat ke mushola untuk sholat dzuhur dan ashar yang dijama. Di dekat mushola ada kedai lagi dan kami putuskan untuk makan siang disitu. Murah cuy! Dan rasanya tidak kaleng-kaleng. Hampir semua makanan harganya 10.000 hingga 20.000 aja dan porsinya juga buanyaaaak banget. Kenyang deh pokoknya! Aku makan pecel yang harganya hanya Rp10.000,00. Rasanya gak beda jauh dengan pecel yang aku makan di Malioboro. Bedanya telur di sini ngedadak digoreng jadi rasanya lebih mantep. Ok perut kenyang, kini saatnya kami menjelajah Candi Prambanan. Keluar dari komplek Keraton Ratu Boko, kami langsung menuju ke tempat tunggu shuttle bus. Di tempat tunggu kita bisa mengisi daya handphone terlebih dahulu supaya bisa digunakan untuk perjalanan berikutnya.

Di Candi Prambanan  kami langsung menuju candi utama. Berbeda dengan Keraton Ratu Boko yang sepi, Prambanan ini buanyaaaaaak banget pengunjungnya. Karena kami menjelajah Candi Prambanan di siang hari, kami menggunakan payung untuk menghalau panas. Sebenarnya ada sih penyewaan payung, tapi akan lebih sreg kalau pakai punya sendiri (sekali lagi, karena saya medit haha). Aku dan adik langsung nebeng rombongan bule yang sedang asik mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata. Supaya tidak mengundang rasa curiga, kami selalu nebeng beda-beda rombongan. Memang sih informasi yang didapatkan jadi tidak komprehensif, tapi yaaa namanya juga nebeng. Jika sedang ada spot candi yang agak sepi, kami langsung mengambil foto. Beruntung kami bisa menjelajah semua candi utama (candi Brahma, candi Wishnu, candi Shiwa). Kami juga sempatkan masuk ke bagian atas candi yang berisi patung masing-masing dewa. Kalau tidak penuh kami ngaso dulu agak lama sambil mengeringkan keringat di badan. Fyi, area dalam candi yang ada patung dewa lumayan dingin.

Setelah selesai menjelajah candi, kami menuju ke pintu keluar. Sebelum benar-benar keluar, kami melihat rombongan turis (yang kemungkinan berasal dari India) dan pemandu wisata yang hendak menaiki kereta. Tertarik, akhirnya kami mengikuti rombongan turis itu. Kereta yang dimaksud adalah kereta mini yang harganya hanya Rp10.000,00 saja. Dengan harga Rp10.000,00 kita bisa mendapat sebotol air minum, dan petualangan menjelajah 3 candi (Candi Sewu, Candi Bubrah, dan Candi Lumbung). Sebenarnya sih tidak benar-benar menjelajah karena kami hanya diberi waktu sekitar 5 menit untuk foto-foto di depan candinya. Tapi tidak apa-apa toh, si pemandu wisatanya juga selalu menjelaskan menegnai candi-candi yang kami kunjungi. Sepanjang perjalanan aku melihat ada taman Rusa, museum, dan ruang audiovisual yang katanya menyajikan film dokumenter mengenai Candi Prambanan. Karena anaknya tidak mau rugi, akhirnya kami menjelajah taman Rusa, museum, dan ruang audiovisual yang baru saja dilewati oleh kereta mini.

Di taman rusa, kita bisa melihat rusa-rusa yang diternak dan tentunya bisa membeli makanan rusa juga. Kalau di museum sih sebenarnya lebih ke relief atau patung-patung mini yang ditemukan dipajang disini. Lalu ada ruang audiovisual yang untuk menonton kita haya merogoh uang sebesar Rp5.000,00.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 17.00 dan langit sudah lumayan gelap pertanda matahari akan segera terbenam. Aku dan keluarga akhirnya memutuskan untuk menyudahi wisata candi kali ini dan mencari makan malam. Karena tidak ada ide, akhirnya kami memutuskan untuk makan di Malioboro. Menurut google dan beberapa blog kuliner yang aku baca, sate di Malioboro enak-enak. Satenya biasanya dijual oleh ibu-ibu atau mbak-mbak dan dibakar dengan pembakaran sederhana. Tidak ada tenda khusus untuk menjual sate karenabiasanya penjual langsung duduk di trotoar pinggir jalan. Dalam waktu singkat si penjual langsung diserbu oleh para wisatawan yang kelaparan. Oh iya, tiak usah repot memilih-milih sate mana yang paling enak atau yang paling murah karena semua penjual memasang harga yang sama.

Sebagai penutup hari, mamah mengajak aku membeli daster-daster murah di Pasar Bringharjo. Sebenarnya sebagian besar lapak sudah tutup namun dengan the power of emak-emak, mamah berhasil membeli banyak daster di lapak penjual yang sudah mau tutup (padahal awalnya udah ditolak).

You May Also Like

0 comments