Conversations with Myself #1

by - Januari 20, 2022

 


It is just so hard to say let it be...

Manusia diciptakan oleh Tuhan sudah diberi akal sehat dan berbagai kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya. Sudah sepantasnya kita sebagai manusia tersebut bersyukur akan hal tersebut. Yang lebih penting lagi harus ikhlas menerima segala sesuatu yang telah Allah tuliskan di buku takdir, Lauful Mahfudz. Ada banyak hal yang ditulis di dalamnya, termasuk rezeki dan jodoh. Beberapa tahun ini, setiap awal tahun, aku selalu merasakan gejolak tidak biasa. Aku selalu diberi harapan yang memang selalu aku impikan. 

“Allah sesuai dengan prasangka umatnya.” Itulah yang aku percayai bahkan sampai awal tahun ini hingga mungkin sudah di luar akal sehat saking kuatnya prasangka yang tertanam dalam otak.  Semuanya tampak nyata dan rasanya tinggal sejengkal lagi untuk meraihnya. Diiringi doa dan amalan-amalan yang diharapkan akan membantu memperpendek jarak yang sisa sejengkal tersebut, hatiku menggebu-gebu untuk menggenggam mimpi yang sudah diyakini. Sayangnya itu hanya sekedar mimpi. Nampaknya Allah tidak sesuai dengan prasangka umatNya yang satu ini. Terkadang aku berpikir, apakah aku Umat terbuang? Apa salah dan dosaku? Orang bilang ini ujian dan sebagai umatNya yang beriman sehingga aku harus ikhlas. Mudah sekali mengucapkan ikhlas, namun sungguh sangatlah sulit menjalaninya.

Lihatlah biji kacang hijau yang selalu disirami harapan hingga menjadi pohon toge rapuh. Serapuh-rapuhnya pohon toge, ia ikhlas dijadikan apa saja. Dijadikan bahan penelitian anak-anak sekolah yang akhirnya dibuang ke tempat sampah setelah jam pelajaran usai, dijadikan isian gehu, dijadikan isian lumpia, atau bahkan dijadikan tumisan di dapur oleh ibu. Sayangnya aku bukan si rapuh pohon toge. Aku hanyalah manusia yang pura-pura kuat di depan khalayak. Untuk mengalihkan rasa kecewa,  melemparkan cuitan di media sosial adalah hal yang biasa, yang akhirnya aku hapus karena rasanya bukan untuk konsumsi publik. Atau bahkan aku biarkan cuitan tersebut terbang di dunia maya hingga akhirnya terlupakan. Aku, dan bahkan mungkin jutaan manusia-manusia di luar sana hanya bisa makan, tidur, atau jalan-jalan dengan dalih healing. Berharap setelahnya dapat lebih ikhlas, namun faktanya tidak. Alih-alih perasaan menjadi lebih baik, yang ada kekecewaan terekam ulang di dalam otak ketika selesai healing.

Tahun 2022 baru saja dimulai. Aku memulai lembaran baru di tahun ini lagi-lagi dengan pelajaran bernama IKHLAS. Sedikitnya, dengan menulis aku dapat mengurai beberapa perasaan yang menyesakan dada. Masih terasa sesak, memang. Karena benar adanya bahwa ikhlas itu sulit.


You May Also Like

0 comments